Eropa Ringankan Aturan Karbon, UKM Dapat Angin Segar

Uni Eropa menyederhanakan aturan batasan karbon untuk meringankan beban UKM tanpa mengurangi ambisi iklim, jelang penerapan penuh pada 2026. Foto: Marco/ Pexels.

UNI Eropa melonggarkan aturan batasan karbon di perbatasan agar tidak memberatkan usaha kecil dan menengah (UKM). Kebijakan yang dikenal sebagai mekanisme carbon border ini sebelumnya kerap dikeluhkan karena dianggap terlalu rumit dan mahal untuk diikuti eksportir kecil.

Langkah penyederhanaan ini disahkan Dewan Uni Eropa melalui paket legislasi Omnibus I.
Tujuannya, memangkas biaya dan kerumitan administrasi, tanpa mengurangi ambisi iklim Uni Eropa untuk menekan emisi karbon dari perdagangan global.

“Kalau mau sukses dengan transisi hijau dan menjaga daya saing Eropa, kita harus mengurangi beban yang tidak perlu,” ujar Menteri Urusan Eropa Denmark, Marie Bjerre, dikutip ESG News. “Kebijakan ini membuat hidup bisnis Eropa lebih mudah sambil tetap menjaga ambisi iklim.”

Batas 50 Ton Jadi Penyelamat UKM

Perubahan terbesar ada di aturan ambang batas. Mulai 2026, impor produk yang tercakup aturan ini dengan volume di bawah 50 ton per tahun per importir tidak lagi wajib membayar atau melaporkan jejak karbon.

Baca juga: Eropa Tunda Lagi Aturan Anti-Deforestasi hingga Akhir 2025

Ketentuan baru ini menggantikan mekanisme lama yang berbasis nilai impor. Bagi UKM dan importir kecil, ini berarti beban administrasi jadi lebih ringan. Namun, pemain besar tetap harus memenuhi kewajiban penuh untuk melaporkan dan membayar biaya karbon.

Hindari Kekacauan di Perbatasan 2026

Pemerintah Eropa juga menyiapkan aturan transisi agar tidak terjadi kemacetan saat kebijakan diberlakukan penuh pada 2026. Importir yang masih menunggu registrasi tetap bisa memasukkan barang, dengan syarat tertentu.

Langkah ini merespons kekhawatiran dunia usaha dan pihak bea cukai bahwa perdagangan bisa tersendat pada awal penerapan.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.
Proses Lebih Ringkas, Biaya Turun

Selain ambang batas, paket reformasi ini juga menyederhanakan proses kepatuhan:

  • Otorisasi untuk deklarator karbon dibuat lebih mudah,
  • Aturan pengumpulan data dan perhitungan emisi dipertegas,
  • Proses verifikasi dan sistem penalti disesuaikan.

Dengan begitu, risiko ketidakpastian hukum dan biaya kepatuhan yang sering jadi keluhan eksportir bisa ditekan.

Sinyal Penting bagi Indonesia

Bagi eksportir Indonesia, terutama yang bergerak di sektor logam dan komoditas padat energi, langkah Uni Eropa ini adalah peringatan sekaligus peluang. Pasar Eropa tetap ketat terhadap produk dengan jejak karbon tinggi, tetapi kini lebih ramah bagi pemain kecil dan menengah.

Baca juga: Kredit Karbon, Jalan Pintas Uni Eropa Hindari Tanggung Jawab Emisi?

Reformasi ini juga mengingatkan bahwa dekarbonisasi industri bukan lagi pilihan, melainkan keharusan agar tetap kompetitif di pasar global.

Tantangan Masih Ada

Walau lebih sederhana, batasan karbon ini tetap jadi “palang hijau” di pintu masuk perdagangan Eropa.
Mitra dagang perlu menyesuaikan rantai pasok mereka agar tidak terkena bea tambahan yang bisa menurunkan daya saing.

Dalam beberapa tahun ke depan, kebijakan ini akan diuji, pakah mampu mencegah carbon leakage (perpindahan produksi ke negara dengan aturan iklim lebih longgar), menjaga daya saing industri, sekaligus mendorong perdagangan lebih hijau. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *