
UNI Eropa (UE) kembali menunda penerapan aturan rantai pasok bebas deforestasi atau EU Deforestation Regulation (EUDR). Regulasi yang seharusnya mulai berlaku bagi perusahaan besar pada akhir 2024 itu kini diundur lagi ke akhir 2025.
Komisioner Lingkungan UE, Jessika Roswall, mengatakan penundaan itu karena sistem teknologi informasi yang dirancang untuk melacak asal-usul produk belum siap menghadapi beban data yang sangat besar.
“Kalau dipaksakan, sistem bisa melambat atau bahkan lumpuh dan mengganggu arus perdagangan,” ujarnya seperti dikutip ESG News.
UDR, Senjata Uni Eropa Lawan Deforestasi
EUDR diterbitkan pada 2021 untuk memastikan komoditas yang dijual di pasar Eropa — seperti minyak sawit, daging sapi, kedelai, kakao, kopi, karet, dan kayu — tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.
Baca juga: Kredit Karbon, Jalan Pintas Uni Eropa Hindari Tanggung Jawab Emisi?
Kebijakan ini menjadi salah satu regulasi hijau paling ambisius di dunia. Konsumsi UE diperkirakan menyumbang sekitar 10% deforestasi global.

Namun keberhasilan implementasinya bergantung pada platform digital untuk menelusuri jejak produk hingga ke petak lahan. Tanpa itu, perusahaan tidak bisa memenuhi persyaratan traceability.
Resistensi dari Negara Produsen
Sejak awal, EUDR menuai kritik dari negara produsen seperti Brasil, Indonesia, dan Amerika Serikat yang khawatir biaya kepatuhan makin tinggi dan membebani eksportir.
Baca juga: Target Reboisasi Prabowo, Mimpi Hijau Indonesia di Panggung Dunia
Beberapa negara anggota UE seperti Polandia dan Austria juga menilai perusahaan lokal belum siap.
Sebelumnya, kompromi politik di Brussels sudah menunda aturan ini setahun, dan kini kembali diundur hingga akhir 2025.
Sorotan Aktivis Lingkungan
Keputusan ini memicu kekecewaan kelompok lingkungan. “Setiap hari penundaan berarti lebih banyak hutan yang hilang, lebih banyak kebakaran, dan lebih banyak cuaca ekstrem,” kata Nicole Polsterer, aktivis dari organisasi lingkungan Fern.
Menurut para pegiat lingkungan, penundaan ini menggerus kredibilitas UE sebagai pemimpin aksi iklim global.
Bagi perusahaan besar yang memasok dari wilayah berisiko tinggi, penundaan ini menjadi ruang napas sekaligus ketidakpastian baru. Mereka tetap perlu menyiapkan sistem pelacakan, menata kontrak pemasok, dan berinvestasi dalam teknologi sebelum aturan benar-benar berlaku.
Fakta Kunci EUDR
- Diluncurkan: 2021
- Target awal berlaku: akhir 2024 diundur ke akhir 2025
- Komoditas terdampak: minyak sawit, daging sapi, kedelai, kakao, kopi, karet, kayu
- Larangan: produk dari lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020
- Alasan penundaan: sistem digital belum siap
- Kritik: melemahkan kredibilitas UE dalam aksi iklim
Pesan Penting
Penundaan ini memperlihatkan jurang antara ambisi kebijakan dan kesiapan teknologi.
UE ingin memimpin perdagangan hijau global, namun tanpa fondasi digital yang kokoh, regulasi berisiko kehilangan daya dorong.
Baca juga: Krisis Iklim, Bagaimana Dunia Berubah dalam 2 Derajat?
Bagi negara produsen seperti Indonesia, ini menjadi sinyal penting: memperkuat tata kelola penggunaan lahan dan kesiapan teknologi rantai pasok adalah kunci untuk tetap kompetitif di pasar global yang makin hijau. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.