
DI ERA media sosial, kemewahan kini bisa dibeli dengan trik kamera dan sedikit uang pelicin. Fenomena ini tengah populer di kalangan Gen Z Amerika Serikat (AS). Mereka rela menghabiskan waktu, tenaga, bahkan berutang demi menciptakan citra glamor di dunia maya.
Jon Morgan, pendiri firma konsultan bisnis Venture Smarter, mengungkap cerita tentang seorang klien muda berusia 23 tahun. Dalam wawancara dengan CNBC (7/9/2025), Morgan menyebut anak muda itu telah menghabiskan 1,5 tahun membangun persona seolah berpenghasilan lebih dari Rp 8 miliar per tahun. Faktanya, semua itu hanyalah ilusi.
Ia rela membeli tiket harian seharga Rp 3,28 juta di klub pantai Miami. Bukan untuk menikmati fasilitas, melainkan mengambil ratusan foto dari berbagai sudut selama enam jam. Foto-foto itu diunggah bertahap selama dua bulan, menciptakan kesan seolah hidupnya penuh liburan mewah.
Baca juga: 160 Juta Pengguna, Indonesia Jadi Raja TikTok di Asia Tenggara
Bahkan, ia kerap melobi staf hotel dengan uang pelicin sekitar Rp 821 ribu hanya untuk bisa berfoto di lobi, kolam renang, atau rooftop. Hasilnya? Akun Instagram dengan 85 ribu pengikut dan kontrak promosi senilai hampir Rp 3 miliar setahun.
Konten Liburan, Utang Menumpuk
Kisah serupa datang dari Daniel Rivera, seorang manajer properti. Ia menemukan penyewa muda yang telat membayar sewa Rp 29,5 juta. Ironisnya, orang yang sama justru mengunggah foto menginap di hotel Rp 6,5 juta per malam di Miami. Rahasianya? Biaya hotel dibagi dengan enam teman lain, tapi konten yang diunggah memberi kesan liburan pribadi seminggu penuh.

Rivera mengaku sering menemukan Gen Z dengan catatan pinjaman kartu kredit berlabel “dana liburan.” Artinya, sebagian dari mereka rela berutang demi menghasilkan konten gaya hidup mewah.
Normalisasi Utang demi Gaya
Fenomena ini juga muncul dalam diskusi di Reddit. Seorang pengguna terang-terangan mengakui liburan dengan uang pinjaman. Baginya, keputusan itu tidak rasional secara finansial, tapi sesuai dengan prioritas hidup yang ia pilih.
Baca juga: Peran Media Sosial Memperkenalkan Kuliner ke Generasi Baru
“Apakah itu tidak bertanggung jawab? Ya. Apakah saya akan melakukannya lagi? Seribu persen,” tulisnya.
Antara Citra dan Realita
Fenomena ini menggambarkan bagaimana media sosial menciptakan tekanan sosial untuk tampil sempurna. Bagi sebagian Gen Z, citra mewah di layar ponsel lebih penting daripada kestabilan finansial. Meski hasilnya bisa berupa popularitas dan kontrak kerja sama, risikonya jelas utang menumpuk dan realita hidup jauh dari kilauan yang dipamerkan.
Fenomena ini menegaskan satu hal bahwa di era digital, kemewahan bisa direkayasa. Namun, dampaknya terhadap kesehatan finansial generasi muda patut menjadi perhatian serius. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.