Gletser Dunia Meleleh, 2 Miliar Jiwa Terancam Krisis Air

Gletser di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, menghadapi kepunahan akibat peningkatan suhu global yang terus berlanjut. Foto: Ilustrasi/ Fahad AlAni/ Pexels.

GLETSER yang selama ini dikenal sebagai penyejuk abadi dunia, kini berubah menjadi simbol paling mencolok dari krisis iklim global. Hasil studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Science mengungkapkan bahwa pencairan es gletser tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih luas dari prediksi sebelumnya.

Dari Pegunungan Alpen di Eropa hingga Himalaya yang menopang kehidupan miliaran orang di Asia, lapisan es mencair dalam kecepatan yang mengkhawatirkan. Bahkan, gletser tropis di Venezuela telah lenyap sepenuhnya. Indonesia pun tak luput. Gletser yang tersisa di Puncak Jaya, Papua—dijuluki “Gletser Keabadian”—diprediksi akan hilang dalam dua tahun ke depan.

Setiap Derajat Pemanasan Menentukan Masa Depan Gletser

Mengutip Down to Earth, Harry Zekollari dari Vrije Universiteit Brussel menegaskan, “Ini menunjukkan betapa pentingnya setiap kenaikan suhu sekecil apa pun dalam konteks pencairan gletser.” Ia mengingatkan bahwa keputusan kita hari ini akan menentukan berapa banyak gletser yang masih bisa diselamatkan untuk generasi mendatang.

Baca juga: Perubahan Iklim Lenyapkan Es Abadi Papua, Indonesia Terancam

Studi ini melibatkan 21 ilmuwan dari sepuluh negara, menggunakan delapan model untuk memetakan masa depan lebih dari 200.000 gletser global. Hasilnya mencengangkan. Jika tren pemanasan global terus mengikuti kebijakan iklim saat ini, suhu bumi akan meningkat 2,7 derajat Celsius dibanding era pra-industri. Dalam skenario itu, hanya 24 persen es gletser yang akan bertahan.

Namun jika dunia tetap berkomitmen pada target Perjanjian Paris, yakni membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius, sekitar 54 persen es gletser dapat diselamatkan.

Baca juga: Studi Prediksi Arktik Alami Musim Panas Tanpa Es Laut pada 2027

Asia di Ambang Krisis Air

Wilayah Hindu Kush Himalaya menjadi salah satu fokus utama. Jika pemanasan global mencapai 2 derajat Celsius, kawasan ini hanya akan mempertahankan 25 persen massa gletsernya. Padahal, air lelehan dari gletser ini menopang kehidupan lebih dari dua miliar jiwa di Asia Selatan dan Tenggara.

Baca juga: Okjokull, Gletser Pertama yang Mati Akibat Pemanasan Global

Gletser Carstensz di Papua, Indonesia, disebut-sebut sebagai gletser terakhir di kawasan tropis Asia. Diperkirakan akan hilang seluruhnya dalam dua tahun ke depan.Foto: BMKG.

Wakil Presiden Bank Pembangunan Asia Yingming mengingatkan bahwa mencairnya gletser bukan sekadar ancaman visual, tetapi risiko nyata terhadap keberlangsungan hidup. “Penting untuk beralih ke energi bersih dan mendanai adaptasi untuk wilayah yang paling rentan terhadap banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan laut,” ujarnya.

Gletser, Cermin Nyata Krisis Iklim

Sementara itu, peneliti lain, Dr. Lilian Schuster dari Universitas Innsbruck, menyebut gletser sebagai “indikator terbaik dari perubahan iklim.” Menyusutnya es memberikan gambaran nyata bagaimana iklim bumi telah dan sedang berubah.

Baca juga: Ketika Es Antartika Mencair, Badai Laut Datang Lebih Sering

Tak ada waktu untuk menunda. Respons lambat es terhadap suhu saat ini akan terus mendorong pencairan bahkan jika pemanasan global berhasil distabilkan. Tapi, seperti yang ditegaskan para ilmuwan, setiap derajat yang bisa kita cegah berarti harapan bagi lebih banyak gletser untuk bertahan.

Saat gletser surut, pertanyaan besar muncul: apakah dunia bersiap menghadapi kekeringan dan kehilangan sumber air bersih, atau mampu beradaptasi dan berubah? ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *