Hukum yang Dikelabui: Kasus Angi dan Lubang Besar dalam Sistem Peradilan

Kasus Angi bukan sekadar kejahatan identitas, tapi cermin kegagalan sistem hukum mendeteksi penipuan sejak awal. Ia membangun hidup palsu, dan hukum kecolongan. Foto: Netflix.

MARIA Angeles Molina, atau Angi, tak hanya membunuh sahabatnya sendiri. Ia juga mempermainkan sistem hukum Spanyol, dan nyaris lolos.

Kasus pembunuhan Ana Paez pada 2008 membuka banyak pertanyaan hukum. Bagaimana seorang warga bisa mencuri identitas orang lain selama dua tahun, tanpa terdeteksi? Bagaimana Angi bisa membuka polis asuransi atas nama korban, memalsukan tanda tangan, dan menyamar untuk mengambil uang di bank?

Baca juga: Kisah Gelap Angi: Sahabat Dibunuh, Identitas Dicuri

Kejahatan Angi memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan administratif dalam sistem hukum dan keuangan. Di Spanyol, seperti di banyak negara lain, penegakan hukum bergantung pada pelaporan dan verifikasi digital. Tapi Angi menyiasatinya dengan cara analog, mengisi formulir, menyamar, dan bertindak di celah prosedur.

Vonis, Kontroversi, dan Celah Cuti Penjara

Saat akhirnya ditangkap, Angi dijerat dengan dua pasal utama, yaitu pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen. Ia divonis 22 tahun penjara, yang kemudian dikurangi jadi 18 tahun oleh Mahkamah Agung. Pengurangan ini memicu kritik publik, karena banyak yang menilai bahwa niat dan rencana pembunuhan Angi sangat jelas dan dingin.

Angi membangun hidup dari kebohongan. Mengaku sebagai pengacara, psikolog, bahkan korban. Tapi saat kedoknya terancam terbongkar, ia memilih membunuh sahabatnya sendiri. Video: Youtube/ HAN TCS.

Lebih rumit lagi, saat ia menjalani cuti penjara pada 2025, Angi kembali diselidiki karena diduga merencanakan pembunuhan lain. Ia disebut-sebut ingin menyewa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan orang tertentu yang dianggap menghalangi rencananya. Meski belum terbukti, kasus ini mengguncang kepercayaan publik pada sistem pemberian cuti bagi narapidana kasus berat.

Pelajaran untuk Sistem Hukum

Dalam dokumenter Fake Life, True Crime, pengacara, penyidik, dan ahli forensik menyoroti kurangnya sistem verifikasi biometrik, serta lemahnya integrasi antar lembaga hukum dan perbankan. Jika satu sistem gagal, maka kejahatan kompleks seperti yang dilakukan Angi bisa terus berjalan.

Selama bertahun-tahun, Angi mengaku sebagai pengacara dan psikolog. Di balik identitas palsu itu, tersembunyi tipu daya dan rencana pembunuhan sahabat sendiri. Foto: Netflix.

Netflix secara cermat menyuguhkan ini tak hanya sebagai kisah kriminal, tapi juga sebagai refleksi atas lubang-lubang hukum yang belum ditambal. Bahkan kematian suami Angi yang terjadi 12 tahun sebelumnya kini ditinjau ulang. Namun, tanpa bukti fisik yang kuat, kasus itu kemungkinan tetap tertutup.

Kasus Angi menjadi pelajaran pahit. Bahwa hukum bukan hanya soal hukuman, tapi juga soal pencegahan. Dan sistem hukum yang lamban merespons manipulasi justru memberi ruang bagi kejahatan untuk tumbuh dalam senyap. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *