
SAAT dunia usaha sibuk menata ulang rantai pasok agar lebih tangguh, Indonesia muncul sebagai salah satu lokasi favorit. Laporan Future of Trade: Resilience yang dirilis Standard Chartered menempatkan Indonesia di enam besar negara paling menarik bagi perusahaan global untuk merelokasi atau memperluas jaringan rantai pasok dalam 3–5 tahun ke depan.
Bukan tanpa alasan. Indonesia punya pasar domestik yang besar, populasi muda yang produktif, dan posisi strategis di ASEAN yang memudahkan akses ke mitra dagang utama seperti Malaysia, Tiongkok, Vietnam, dan Thailand.
Perusahaan Global Makin Melirik Indonesia
Survei Standard Chartered yang melibatkan 1.200 eksekutif C-suite di 17 negara menemukan, lebih dari satu dari lima perusahaan global berniat meningkatkan atau mempertahankan aktivitas perdagangan dan manufaktur di Indonesia.
Baca juga: Longsor Freeport Grasberg Guncang Pasokan Tembaga Dunia
Menurut CEO Standard Chartered Indonesia, Donny Donosepoetro OBE, minat tinggi ini menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain penting dalam peta rantai pasok dunia.
“Dunia usaha makin melihat Indonesia sebagai mitra strategis untuk membangun rantai pasok yang tangguh dan berkelanjutan,” ujarnya.
Tantangan: Geopolitik, Iklim, dan Biaya
Optimisme itu tetap dibayangi sejumlah tantangan. Sebanyak 76% responden survei menilai konflik geopolitik sebagai faktor yang memengaruhi masa depan perdagangan. Selain itu, 54% responden juga menyoroti risiko perubahan iklim dan tarif perdagangan.
Baca juga: Eropa Ringankan Aturan Karbon, UKM Dapat Angin Segar
Kenaikan biaya juga jadi perhatian besar. Sebanyak 84% perusahaan di Indonesia memprediksi biaya barang bakal naik 10–19% dalam jangka menengah. Di tingkat global, 6 dari 10 perusahaan memprediksi harga barang bakal naik 5–14%.

Adaptasi Jadi Kunci
Untuk menghadapi tekanan biaya dan risiko global, banyak perusahaan memilih langkah adaptasi, seperti:
- Menata ulang rantai pasok agar lebih efisien.
- Memperkuat manajemen kas dengan platform digital.
- Mempercepat adopsi teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), untuk menekan biaya dan meningkatkan efisiensi.
Menurut Global Co-head Corporate & Investment Banking dan CEO ASEAN & South Asia Standard Chartered, Sunil Kaushal, fragmentasi perdagangan mungkin menghambat pertumbuhan global dalam jangka pendek. Namun, kemakmuran negara berkembang dan pemanfaatan teknologi pintar justru bisa memperkuat perdagangan global di masa depan.
Momentum untuk Indonesia
Masuknya Indonesia ke daftar enam besar negara paling dilirik menunjukkan bahwa pergeseran rantai pasok global membuka peluang baru bagi perekonomian nasional.
Baca juga: Sawit Berkelanjutan, Jalan Baru RI–China Menuju Ekonomi Hijau
Bagi pemerintah, ini sinyal penting untuk terus memperkuat:
- Stabilitas regulasi dan kebijakan perdagangan.
- Infrastruktur yang efisien dan ramah lingkungan.
- Ekosistem digital dan SDM yang siap mendukung industri berbasis teknologi.
Bagi pelaku usaha, ini saat yang tepat untuk memperluas investasi dan membangun rantai pasok yang lebih hijau, efisien, dan tahan guncangan.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.