FEBRUARI 2024 menjadi saksi langkah ‘tidak biasa’ yang diambil oleh Pemerintah Jepang dalam menangani tantangan kelahiran rendah yang menghantui negara tersebut. Dengan menginvestasikan dana sebesar 1,28 juta dolar AS (sekitar Rp 20,8 miliar), Pemerintah Tokyo merilis rencana untuk mengembangkan sebuah aplikasi perjodohan.
Dilaporkan oleh Business Insider, aplikasi ini disusun oleh kontraktor swasta dengan proses registrasi yang ketat, memastikan komitmen pengguna untuk menikah sebagai tujuan akhir.
Aplikasi tersebut mengharuskan pengguna untuk melampirkan berbagai dokumen resmi, termasuk kartu identitas, sertifikat pendapatan, dan bukti status hubungan. Dengan 15 kategori data pribadi yang harus diisi, termasuk tinggi badan, pendidikan, dan pekerjaan, aplikasi ini bertujuan untuk memfasilitasi calon pasangan dalam menilai kesesuaian satu sama lain.
Sebelum memastikan keikutsertaannya, pengguna diwajibkan untuk menghadiri wawancara dengan operator aplikasi. Mereka juga harus menandatangani perjanjian yang menegaskan tujuan mereka mencari pasangan untuk menikah, bukan untuk hubungan kasual.
Baca juga: 5 Aplikasi Belanja Dapur yang Sedang Naik Daun di Indonesia
Pemerintah Tokyo mengakui langkah ini sebagai langka, namun berharap aplikasi ini dapat menginspirasi mereka yang enggan menggunakan aplikasi kencan konvensional.
Langkah ini datang di tengah situasi yang mendesak, dengan angka kelahiran di Jepang mencapai titik terendah sejak dimulainya pencatatan statistik pada tahun 1899.
Pada 2023 saja, angka kelahiran turun 5,6 persen, sementara tingkat pernikahan turun 6 persen. Bahkan di Tokyo, situasinya semakin memburuk, dengan tingkat kesuburan yang semakin menurun.
Proyeksi populasi Jepang, yang kini mencapai 125 juta jiwa, menunjukkan penurunan hingga 30 persen pada tahun 2070, yang dapat berdampak negatif pada ekonomi dan keamanan nasional.
Dengan langkah inovatif ini, Pemerintah Jepang berharap dapat merespons tantangan demografis yang semakin memprihatinkan. ***