Krisis Iklim, Turbulensi Jadi Mimpi Buruk Baru di Langit

Pesawat melintas di jalur udara padat Asia Tenggara. Studi terbaru menunjukkan peningkatan risiko turbulensi akibat perubahan iklim. Foto: Manoj Manoharan/ Pexels.

BAYANGKAN Anda duduk nyaman di kursi pesawat, langit cerah tanpa awan badai, lalu tiba-tiba pesawat berguncang hebat. Itulah turbulensi udara jernih, guncangan yang tak terlihat dan sulit diprediksi.

Fenomena ini bukan lagi sekadar cerita penumpang. Penelitian terbaru dari University of Reading menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat turbulensi semakin sering dan semakin kuat.

Langit yang Kian Tak Stabil

Selama empat dekade terakhir, pemanasan global terbukti mengganggu pola jet stream, arus udara cepat yang mengelilingi bumi di ketinggian jelajah pesawat. Saat jet stream bergeser, stabilitas atmosfer melemah.

Akibatnya, geseran angin, yaitu perbedaan kecepatan angin di ketinggian berbeda, meningkat hingga 27 persen. Atmosfer pun diprediksi 10–20 persen lebih tidak stabil pada akhir abad ini. Kombinasi ini menciptakan kondisi ideal bagi turbulensi udara jernih.

Baca juga: Gurun Saja Bisa Bersalju, Masih Mau Bilang Krisis Iklim itu Mitos?

“Peningkatan geseran angin dan berkurangnya stabilitas itu menciptakan kondisi ideal untuk turbulensi udara jernih, yaitu guncangan tiba-tiba yang tidak terlihat radar dan sulit dihindari pilot,” ujar Joana Medeiros, kandidat PhD di University of Reading, dikutip dari Phys (27/8/2025).

Tantangan Baru bagi Maskapai

Berbeda dari turbulensi akibat badai, turbulensi udara jernih tidak bisa dideteksi radar konvensional. Inilah yang membuatnya berbahaya. Profesor Paul Williams, salah satu penulis studi, menyebut dunia penerbangan harus mengembangkan teknologi baru agar pilot bisa membaca risiko lebih awal.

Baca juga: Krisis Iklim, Bagaimana Dunia Berubah dalam 2 Derajat?

Bagi maskapai, masalah ini bukan hanya soal keselamatan. Setiap tahun, turbulensi diperkirakan merugikan maskapai Amerika Serikat sebesar 150–500 juta dolar AS, mulai dari biaya perawatan pesawat, keterlambatan jadwal, hingga kompensasi penumpang.

Pesawat menembus langit berawan. Studi terbaru menunjukkan turbulensi udara jernih makin sering terjadi akibat perubahan iklim. Foto: Pixabay/ Pexels
Dampak ke Asia Tenggara dan Indonesia

Hasil penelitian juga menegaskan bahwa risiko turbulensi tidak hanya mengancam jalur penerbangan di belahan bumi utara. Asia Tenggara pun masuk hitungan. Rute-rute padat seperti Jakarta–Singapura, Jakarta–Kuala Lumpur, hingga Denpasar–Sydney melintasi wilayah tropis yang cuacanya dinamis dan semakin dipengaruhi pemanasan laut.

Baca juga: Perubahan Iklim Lenyapkan Es Abadi Papua, Indonesia Terancam

Bagi Indonesia yang sedang mendorong pariwisata, ini adalah alarm penting. Kenyamanan penumpang dan reputasi layanan penerbangan bisa terganggu jika maskapai tidak siap. Teknologi deteksi dini, kolaborasi dengan badan meteorologi, serta strategi mitigasi iklim menjadi kunci.

Krisis Iklim, Krisis Langit

Turbulensi hanyalah satu dari sekian banyak wajah krisis iklim yang makin terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dari daratan hingga udara, dari kursi pesawat hingga ruang publik, dampaknya nyata.

Langit yang dulu terasa tenang kini semakin tak ramah. Pertanyaannya, apakah kita siap menghadapi masa depan ketika setiap perjalanan udara berpotensi lebih berguncang? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *