Krisis Iklim Vs Janji Negara: Tenggat Terlewat, Aksi Masih Samar

Tenggat terlewat: Hampir seluruh negara belum menyerahkan janji iklim terbaru (NDC), menambah ketidakpastian upaya menahan laju krisis iklim. Foto: Ilustrasi/ ArtHouse Studio/ Pexels.

HAMPIR seluruh negara di dunia melewatkan batas waktu pengiriman Second Nationally Determined Contributions (NDC)—janji iklim terbaru yang harus diserahkan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Hingga Senin (10/2/2025), hanya 13 dari 193 negara yang telah memenuhi kewajiban ini.

Temuan ini berasal dari analisis Carbon Brief, yang dipublikasikan pada Rabu (12/2/2025). Lebih mengkhawatirkan lagi, negara-negara yang belum menyerahkan NDC mereka mencakup 83 persen dari total emisi global.

Janji yang Tertunda, Krisis yang Mendekat

Sebagai peratifikasi Perjanjian Paris 2015, setiap negara wajib memperbarui target pengurangan emisi mereka secara berkala melalui NDC. Tujuan akhirnya jelas: menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius dibandingkan era pra-industri.

Baca juga: Krisis Iklim, Bagaimana Dunia Berubah dalam 2 Derajat?

Namun, data menunjukkan komitmen itu masih jauh dari harapan. Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan kenaikan suhu rata-rata menyentuh 1,5 derajat Celsius—ambang batas yang ingin dihindari dunia.

Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Simon Stiell, mengakui bahwa banyak negara masih menyusun strategi pengurangan emisi. Ia menegaskan bahwa setiap negara harus menyerahkan NDC mereka paling lambat awal September 2025, sebelum Konferensi Iklim COP30 di Brasil.

Baca juga: Krisis Iklim, 2024 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah

“Melakukan penyesuaian untuk memastikan rencana terbaik memang masuk akal. Tapi penundaan ini tidak boleh menjadi alasan untuk menunda aksi nyata,” ujar Stiell.

Dunia di Persimpangan: Penundaan janji iklim (NDC) membuat target pengurangan emisi semakin sulit dicapai. Foto: Ilustrasi/ Janusz Walczak/ Pexels.
Negara-negara Besar dan Sikap Berbeda

Dari sedikit negara yang telah mengumumkan NDC terbaru, beberapa di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggris, Brasil, Jepang, dan Kanada. Namun, dinamika politik di AS dapat menghambat langkah tersebut. Presiden Donald Trump, yang baru saja kembali menjabat, diperkirakan akan membatalkan komitmen iklim yang dibuat oleh pendahulunya, Joe Biden.

Baca juga: Suhu Laut Pecah Rekor, Sinyal Darurat Perubahan Iklim

Sementara itu, Uni Eropa masih berupaya merampungkan kebijakan iklimnya. Kepala kebijakan iklim Uni Eropa, Wopke Hoekstra, menyatakan bahwa siklus pengambilan keputusan di blok tersebut tidak selalu selaras dengan tenggat waktu PBB.

Di Asia, India belum menyelesaikan studi untuk menyusun target baru. China berjanji akan merilis NDC mereka tepat waktu, meski belum memberikan kepastian. Sedangkan di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih menunggu instruksi dari pemerintah pusat. Indonesia sebelumnya menunda peluncuran NDC pada COP29 di Azerbaijan tahun lalu.

Baca juga: Negara Kaya vs Kepulauan Kecil, ‘Berkelahi’ Soal Keadilan Iklim

Beberapa negara besar lainnya, seperti Rusia, Iran, dan Afrika Selatan, belum memberikan pernyataan resmi mengenai langkah mereka.

Tantangan Menuju COP30

Dengan waktu yang semakin sempit, COP30 di Brasil akan menjadi panggung bagi negara-negara untuk menunjukkan keseriusan mereka dalam menangani krisis iklim. Dunia kini menunggu, apakah janji-janji yang dibuat akan benar-benar diwujudkan atau kembali tertunda tanpa kepastian.

Baca juga: COP30, Perjuangan Negara Berkembang untuk Keadilan Iklim

Jika negara-negara penghasil emisi terbesar tidak segera bertindak, target net zero emission yang dijanjikan untuk pertengahan abad ini bisa jadi hanya tinggal ilusi. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *