Longsor Freeport Grasberg Guncang Pasokan Tembaga Dunia

Tambang terbuka Grasberg Freeport di Papua, salah satu tambang tembaga dan emas terbesar dunia. Foto: Dok. PTFI.

LONGSOR di tambang bawah tanah Freeport Grasberg, Papua Tengah, jadi sorotan dunia. Insiden yang terjadi 8 September 2025 ini menghentikan operasi PT Freeport Indonesia dan menelan korban jiwa.

Bukan cuma tragedi lokal, kejadian ini bikin pasokan tembaga dunia goyah dan memunculkan klaim asuransi jumbo dari Freeport-McMoRan senilai US$ 1 miliar (sekitar Rp 16,7 triliun).

ESG Jadi Sorotan

Grasberg adalah salah satu tambang tembaga dan emas terbesar di dunia. Longsor ini membuka pertanyaan soal keamanan tambang dan tata kelola perusahaan.

Baca juga: Longsor di Tambang Freeport, 7 Pekerja Masih Terjebak

Tujuh pekerja kontraktor sempat terjebak di bawah tanah, dua di antaranya ditemukan meninggal. Dari sisi ESG, kejadian ini menegaskan bahwa keselamatan pekerja dan pengelolaan risiko harus jadi prioritas, bukan sekadar laporan di atas kertas.

Efek Global ke Pasokan Tembaga

Tembaga adalah bahan kunci buat mobil listrik, baterai, dan jaringan listrik energi bersih. Gangguan di Grasberg bikin pasar global terhentak.

Goldman Sachs memperkirakan kehilangan pasokan tembaga mencapai 525 ribu ton. Proyeksi produksi global untuk 2025 dan 2026 langsung dipangkas.

Longsor di tambang Grasberg bukan sekadar tragedi lokal. Dampaknya merembet ke rantai pasok global: klaim asuransi jumbo, pasokan tembaga berkurang setengah juta ton, hingga neraca dunia berubah dari surplus ke defisit. Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Produksi Grasberg sendiri diperkirakan turun 250 ribu ton pada 2025 dan 270 ribu ton pada 2026. Neraca tembaga global yang tadinya surplus 105 ribu ton berubah jadi defisit 55 ribu ton.

Klaim Asuransi Jumbo

Freeport-McMoRan menyatakan akan mengajukan klaim sesuai polis asuransi properti dan gangguan bisnis.

“PTFI bermaksud menuntut ganti rugi atas kerugian berdasarkan polis asuransi properti dan gangguan bisnisnya, yang menanggung kerugian hingga US$ 1 miliar (dengan batas US$ 0,7 miliar untuk insiden bawah tanah), setelah dikurangi deductible sebesar US$ 0,5 miliar,” tulis Freeport-McMoRan dalam keterangan resmi, 25 September 2025.

Baca juga: Freeport di Persimpangan, Ekspor Tembaga atau Hilirisasi?

Klaim besar ini menunjukkan mahalnya biaya risiko di industri tambang, apalagi di era perubahan iklim dan bencana geologi yang makin sering terjadi.

Dampak ke Papua dan Indonesia

Penghentian operasi tambang tentu memukul ekonomi lokal di Papua. Pekerja, pemasok, hingga penerimaan negara dari royalti tambang ikut terdampak.

Sementara itu, investor global menunggu langkah Freeport dalam mengelola risiko ESG dan memulihkan produksi. Insiden ini jadi peringatan bahwa gangguan di satu tambang besar bisa mengganggu rantai pasok energi bersih dunia. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *