
SAAT banyak anak muda masih mencari arah hidup di usia 22 tahun, Amanda Eka Lupita justru sudah menapaki tangga prestasi akademik tertinggi di tingkat magister. Ia resmi menyandang gelar Master Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada wisuda Selasa (21/10), dengan predikat lulusan termuda program pascasarjana.
Di tengah 2.028 lulusan magister, Amanda menonjol bukan hanya karena usianya yang baru 22 tahun 6 bulan, tapi juga karena berhasil menuntaskan studinya dalam 1 tahun 11 bulan, jauh lebih cepat dari rata-rata lulusan magister yang berusia 30 tahun 6 bulan.
Jalur Cepat, tapi Tak Sekadar Kecepatan
Amanda menyelesaikan studinya melalui program fast-track di Fakultas Pertanian UGM, jalur percepatan yang memungkinkan mahasiswa melanjutkan studi S2 tanpa jeda setelah menyelesaikan S1.
“Awalnya saya tidak menargetkan lulus cepat. Tapi lewat fast-track, saya jadi terbiasa mengatur waktu dan belajar lebih efisien,” ujarnya seperti dikutip dari laman UGM.ac.id.
Baca juga: S3 di Usia 25, Rizky Aflaha Buktikan Tak Ada Batas untuk Mimpi
Namun, perjalanan akademiknya tak selalu mulus. Ia sempat kewalahan menyeimbangkan riset dan tanggung jawab kuliah. “Ada masa lelah dan jenuh. Tapi, dari situ saya belajar menikmati prosesnya. Bukan sekadar mengejar hasil,” tutur Amanda.
Belajar dari Lelah dan Riset
Dalam tesisnya, Amanda meneliti keberagaman bakteri endosimbion pada kutu kebul (Bemisia tabaci) yang menyerang tanaman terinfeksi Begomovirus. Topik itu lahir dari ketertarikannya pada hal kecil yang berdampak besar.
“Serangga tidak hidup sendiri. Mereka berinteraksi dengan bakteri yang menularkan virus dan beradaptasi dengan lingkungan,” jelasnya.
Baca juga: Rahasia Mia Yunita Lulus Sarjana UGM di Usia 20 Tahun
Proses penelitian yang panjang membuat Amanda belajar tentang ketekunan, observasi, dan kesabaran. “Awalnya saya ingin cepat selesai. Tapi ternyata riset mengajarkan untuk menikmati setiap langkah,” ujarnya.
Prinsip Hidup dari Keluarga
Amanda tumbuh dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang.
“Jangan lihat gunung dari puncaknya. Teruslah melangkah pelan-pelan,” pesan yang selalu diingatnya dari keluarga.
Baginya, keberhasilan bukan soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling konsisten.
Tentang Waktu dan Percaya Diri
Kini, Amanda masih aktif di proyek penelitian dosen dan tengah menyiapkan manuskrip publikasi ilmiah dari hasil tesisnya. Ia yakin setiap orang punya waktu bersinarnya masing-masing.
“Sekecil apa pun langkah kita, itu tetap kemajuan. Jangan takut sama perjalanan panjang, karena di sanalah kita tumbuh dan menemukan jati diri,” katanya hangat.
Baca juga: Ravidho Ramadhan, Doktor Termuda UGM dengan IPK Sempurna
Kisah Amanda mengingatkan, mengejar ilmu bukan lomba kecepatan, tapi perjalanan menemukan makna.
Bagi Gen Z, di tengah tekanan dunia serba instan, Amanda jadi bukti bahwa konsistensi, rasa ingin tahu, dan cinta belajar adalah kekuatan yang jauh lebih langgeng daripada sekadar cepat selesai. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.