
MEDAN, mulamula.id – Menjadi lurah bukan sekadar duduk di balik meja dan menandatangani berkas. Muhammad Fadli, Lurah Perintis, Medan Timur, membuktikan hal itu dengan pengalaman pahit, diceburkan ke got oleh warganya sendiri saat menjalankan tugas.
Peristiwa itu terjadi Senin (13/10) pagi di Jalan Madukoro, Kelurahan Perintis, Kota Medan. Fadli datang ke lokasi setelah menerima laporan warga tentang “polisi tidur” buatan seorang pria berinisial A. Polisi tidur itu bukan sembarangan, terbuat dari ban bekas, dipaku ke aspal, dan menonjol berbahaya.
“Paku-pakunya menonjol dan jalan ditumpuk tanah serta meja bongkaran. Warga sudah resah,” kata Fadli di kantornya, hari yang sama.
Sebagai lurah, ia merasa bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keselamatan publik. Maka, ia memerintahkan pembersihan jalan dan mengamankan polisi tidur buatan warga itu untuk dibawa ke kantor kelurahan.
Namun, langkah itu memicu amarah si pembuat polisi tidur. A menolak keras. Ia beralasan, jalan perlu diperlambat karena ternaknya sering mati tertabrak kendaraan. “Katanya biar orang jalannya pelan karena ayam dan burung merpatinya sering mati,” ujar Fadli.
Ketegangan pun meningkat. Fadli mencoba menjelaskan, tetapi A tetap bersikeras. Di tengah adu argumen itu, A diduga mendorong Fadli hingga jatuh ke got. “Saya didorong ke parit. Mungkin karena emosi,” ucapnya pelan.
Dari Mediasi ke Pelaporan Polisi
Insiden itu tidak berhenti di tempat. Fadli sempat menjalani visum di RS Bhayangkara akibat luka dan pembengkakan di siku serta pergelangan tangan. Ia juga melaporkan kasus itu ke Polsek Medan Timur.
Upaya mediasi pun dilakukan, namun A justru menolak mengakui perbuatannya. “Dia malah memaki dengan kata-kata kasar. Karena ini menyangkut pelaksanaan tugas, bukan urusan pribadi, saya akhirnya buat laporan resmi,” jelas Fadli.
Fadli menegaskan, tindakan yang ia ambil murni demi keamanan warga. “Kami tidak bermaksud apa pun, hanya menegakkan aturan. Tapi kalau sudah seperti ini, ya harus diproses,” ujarnya.
Cermin Relasi Sosial yang Rapuh
Kasus ini bukan sekadar insiden antara lurah dan warga. Ini mencerminkan rapuhnya relasi sosial di akar rumput antara aparat lokal dan masyarakat. Di banyak wilayah, kehadiran pejabat kelurahan sering kali dianggap “otoritas luar” alih-alih bagian dari komunitas itu sendiri.
Padahal, keberhasilan pelayanan publik sangat bergantung pada kolaborasi dan rasa saling percaya. Tanpa itu, bahkan niat baik untuk menertibkan jalan bisa berujung konflik.
Insiden di Medan Timur menjadi pengingat bahwa tugas birokrasi di lapangan tidak selalu disambut dengan tepuk tangan. Kadang, justru dengan air got. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.