Merebut Kembali Trotoar, Mungkinkah?

Trotoar di Tokyo, Jepang, menjadi ruang aman bagi warga untuk berjalan dan menyeberang dengan tertib. Saatnya kita fungsikan trotoar sesuai aturan yang berlaku. Foto: Tony Wu/ Pexels.

SORE menjelang, langit mulai berwarna jingga. Trotoar kembali dipenuhi orang-orang yang pulang kerja atau kuliah. Ada yang berjalan santai, ada yang terburu-buru mengejar transportasi umum. Tapi perjalanan mereka tidak selalu mulus.

Trotoar masih penuh dengan motor parkir, lapak PKL, dan ojek online yang menunggu penumpang. Kapan trotoar bisa benar-benar kembali menjadi milik pejalan kaki?

Baca juga: Trotoar, Hak Pejalan Kaki yang Terabaikan?

Di berbagai kota besar di dunia, ruang pedestrian menjadi prioritas utama. Tokyo, Seoul, dan Singapura sudah membuktikan bahwa trotoar bisa ditata dengan baik tanpa harus mengorbankan kepentingan ekonomi. Bagaimana dengan Indonesia?

Langkah-langkah Merebut Kembali Trotoar

Berbagai kota di Indonesia mulai berbenah. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengembalikan trotoar kepada pejalan kaki tanpa mengabaikan kepentingan lain:

  1. Revitalisasi Trotoar dengan Zonasi Khusus
    • Trotoar di beberapa titik bisa dibuat lebih luas dan memiliki zona khusus untuk PKL tanpa mengganggu pejalan kaki.
    • Contoh sukses: Kota Semarang, yang menata PKL dengan zona berdampingan tanpa merusak jalur pedestrian.
  2. Penegakan Hukum yang Konsisten
    • Larangan parkir di trotoar harus benar-benar diterapkan. Denda bagi pelanggar harus tegas dan berlaku untuk semua.
    • Contoh sukses: Surabaya, yang menerapkan denda tinggi bagi kendaraan yang parkir di trotoar.
  3. Peningkatan Transportasi Publik
    • Jika angkutan umum semakin baik, penggunaan kendaraan pribadi berkurang, dan tekanan terhadap trotoar juga menurun.
    • Contoh sukses: Jakarta, dengan integrasi MRT, TransJakarta, dan LRT yang memudahkan mobilitas warga tanpa perlu parkir sembarangan.
  4. Kesadaran Kolektif Masyarakat
    • Tanpa kesadaran warga, aturan sebaik apa pun tidak akan efektif. Kampanye publik dan edukasi harus terus dilakukan.
    • Contoh sukses: Bandung, yang aktif mengedukasi warganya tentang pentingnya trotoar bagi mobilitas urban.
Trotoar di Singapura ini bebas dari intervensi, tertata rapi, dan nyaman—bahkan seekor kucing pun bisa bersantai menikmati pemandangan kota. Foto: Nazira Dz/ Pexels.
Kota Ramah Pejalan Kaki, Sebuah Keniscayaan

Mengembalikan trotoar kepada pejalan kaki bukan sekadar wacana, tapi kebutuhan. Kota yang ramah pejalan kaki akan lebih sehat, efisien, dan berdaya saing. Jika kota-kota di dunia bisa menata trotoarnya, mengapa Indonesia tidak?

Baca juga: Saat Trotoar Beralih Fungsi: PKL, Parkir, dan Motor

Perubahan memang butuh waktu dan komitmen. Tapi jika semua pihak bekerja sama—pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat—trotoar yang layak bagi semua bisa menjadi kenyataan. Trotoar milik siapa? Jawabannya ada pada bagaimana kita menjaganya. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *