Myanmar, Perubahan Nama yang Kontroversial

Mandalay, Myanmar, kota bersejarah yang tetap menjadi pusat budaya di tengah perubahan nama dan dinamika politik negara. Foto: Tony Wu/ Pexels.
Pengantar Redaksi

Tidak semua perubahan nama negara diterima dengan mudah. Myanmar adalah salah satu contoh. Dari Burma ke Myanmar, pergantian ini menuai pro dan kontra, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. Apa yang melatarbelakangi keputusan ini? Simak kisahnya dalam edisi ketiga seri Negara-Negara yang Berganti Nama.

Dari Burma ke Myanmar: Pergeseran Nama, Pergulatan Identitas

Sebelum 1989, dunia mengenal negara ini sebagai Burma, nama yang berasal dari kelompok etnis mayoritas, Bamar. Namun, setelah junta militer mengambil alih kekuasaan, mereka memutuskan untuk mengganti nama negara menjadi Myanmar.

Pemerintah militer mengklaim bahwa Myanmar lebih inklusif, karena tidak hanya mencerminkan etnis Bamar, tetapi juga 135 kelompok etnis lainnya yang hidup di negara ini. Namun, banyak kelompok oposisi dan negara-negara Barat menolak perubahan ini, karena dilakukan oleh pemerintahan yang tidak demokratis.

Kontroversi dan Ketidakpastian

Hingga kini, beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris masih sering menggunakan nama Burma sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap pemerintahan militer. Di sisi lain, organisasi internasional seperti PBB telah mengakui penggunaan nama Myanmar.

Baca juga: Makedonia Utara, Nama Baru demi Masa Depan Baru

Bahkan di dalam negeri, perdebatan terus berlangsung. Oposisi dan aktivis pro-demokrasi lebih suka menyebut Burma, sementara pemerintah menggunakan Myanmar dalam dokumen resmi.

Dampak Ekonomi dan Politik

Perubahan nama ini tidak hanya berdampak pada citra internasional, tetapi juga perekonomian Myanmar.

  • Dunia usaha terpecah: Beberapa perusahaan tetap menggunakan “Burma” dalam mereknya, seperti Burma Superstar, sementara lainnya beralih ke “Myanmar”.
  • Sanksi ekonomi: Banyak negara Barat memberlakukan sanksi terhadap Myanmar, terutama setelah kudeta militer 2021, yang semakin memperdalam krisis ekonomi.
  • Pariwisata dan ekspor: Myanmar dikenal dengan pagoda emasnya dan batu permata seperti rubi dan safir, tetapi konflik politik membuat pariwisata menurun drastis.
Yangon, kota terbesar di Myanmar, menjadi saksi perubahan dari Burma ke Myanmar dan dinamika sejarah yang menyertainya. Foto: Thiha Soe/ Pexels.
Myanmar dalam Angka
  • Luas wilayah: 676.578 km² (hampir dua kali luas Pulau Sumatra)
  • Jumlah penduduk: 54 juta jiwa (2021)
  • PDB nominal (2019): $76 miliar
  • PDB per kapita (2019): $1.419

Sektor utama ekonomi Myanmar adalah pertanian (beras, kayu, perikanan), gas alam, dan batu permata. Namun, sejak kudeta militer, ekonomi negara ini mengalami kemunduran drastis.

Baca juga: Negara dengan Wanita Tercantik di Asia: Siapa di Puncak?

Perubahan dari Burma ke Myanmar bukan sekadar soal nama, tetapi juga bagian dari politik identitas dan dominasi militer. Hingga kini, nama Burma masih digunakan oleh kelompok oposisi sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim yang berkuasa.

šŸ“¢ Besok: Thailand, Negara yang Menegaskan Kebebasannya

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp ChannelĀ Mulamula.idĀ dengan klikĀ tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *