
JAKARTA, mulamula.id – Dunia pariwisata kembali terusik. Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan kekecewaannya setelah nama organisasi yang menaungi pelaku usaha pariwisata itu dihapus dari Undang-Undang Kepariwisataan yang baru disahkan DPR.
“Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, GIPI jelas disebut. Tapi di undang-undang yang baru, nama itu hilang begitu saja. Kami bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?” kata Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Dihapus Tanpa Penjelasan
Sebelum revisi disahkan, GIPI tercantum di Bab XI Pasal 50 hingga 54 dalam draf lama. Pasal 50 ayat (1) menyebut pembentukan wadah bernama Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagai upaya mendukung pengembangan usaha pariwisata yang kompetitif.
Namun dalam naskah final Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 10 Tahun 2009 yang disahkan pada 2 Oktober 2025, seluruh pasal terkait GIPI dihapus tanpa penjelasan.
Menurut Hariyadi, keputusan itu mengejutkan karena tidak pernah dibahas dalam pertemuan antara GIPI dan Komisi VII DPR.
“Pernah ada wacana mengganti nama GIPI menjadi Gabungan Asosiasi Pariwisata Indonesia, dan kami tidak masalah dengan itu. Tapi kalau dihapus total, tentu kami kecewa,” ujarnya.
Dampak bagi Koordinasi dan Industri
Hilangnya GIPI dari regulasi dipandang sebagai kemunduran dalam tata kelola industri pariwisata nasional. “Banyak asosiasi di sektor pariwisata yang belum kuat. GIPI seharusnya menjadi wadah koordinasi agar pelaku usaha bisa bersuara bersama,” ujar Hariyadi.
Baca juga: 5 Destinasi Super Prioritas akan Mengubah Pariwisata Indonesia
Ia menilai keberadaan GIPI dalam undang-undang penting untuk memperkuat komunikasi antara dunia usaha, pemerintah, dan asosiasi lain. “Kalau tidak tercantum, koordinasinya akan makin sulit. Padahal keberpihakan pada pelaku industri ini yang mestinya dikuatkan,” tambahnya.
Langkah Selanjutnya
Menanggapi penghapusan itu, GIPI berencana mengirim surat resmi kepada Presiden Prabowo dengan tembusan kepada Menteri Sekretaris Negara. Tujuannya, meminta klarifikasi sekaligus menyampaikan keberatan atas hilangnya lembaga yang telah menjadi payung industri pariwisata selama ini.
“Kami sudah berjuang lama untuk membesarkan pariwisata Indonesia. Tapi justru pelaku industrinya dihapus dari undang-undang. Ini sangat ironis,” kata Hariyadi.
Konteks Regulasi
Sebagai informasi, DPR pada 2 Oktober 2025 mengesahkan Revisi Ketiga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Regulasi baru ini diklaim bertujuan menyesuaikan kebijakan pariwisata dengan dinamika global dan kebutuhan industri pascapandemi. Namun bagi sebagian pelaku industri, revisi ini justru menimbulkan pertanyaan baru, apakah arah kebijakan pariwisata kini menjauh dari pelaku industrinya sendiri? ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.