
JAKARTA, mulamula.id – Wakil Ketua Umum Peradi, Sapriyanto Refa, meminta agar ketentuan penyadapan dihapus dari Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, penyadapan tak seharusnya diatur dalam hukum acara pidana umum.
Sapriyanto menyampaikan pandangan itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (17/6). Ia menyebut penyadapan sebagai upaya paksa yang berisiko tinggi disalahgunakan oleh penyidik, terutama jika tanpa pengawasan ketat.
“Kami khawatir, penyadapan dalam KUHAP justru membuka ruang pelanggaran hukum oleh aparat. Lebih baik tetap diatur dalam UU sektoral,” kata Sapriyanto.
Baca juga: Revisi KUHAP: Advokat Kini Bisa Dampingi Saksi dalam Pemeriksaan
Cukup di UU Khusus, Bukan KUHAP
Peradi menilai mekanisme penyadapan sudah diatur secara lebih spesifik dalam sejumlah undang-undang sektoral seperti UU Narkotika, UU Tipikor, dan UU Kepolisian. Menurut Sapriyanto, menarik penyadapan ke dalam KUHAP justru akan memperlebar ruang multitafsir dan menabrak prinsip-prinsip perlindungan hak asasi.
“Biarlah masing-masing UU mengatur sesuai konteksnya. KUHAP cukup mengatur prinsip dasar proses hukum, tidak sampai ke instrumen seperti penyadapan,” ujarnya.
Baca juga: RUU KUHAP Batasi Opini Advokat di Luar Pengadilan
Prokontra dalam Revisi KUHAP
RUU KUHAP kini tengah digodok oleh DPR. Sejumlah organisasi profesi hukum dan lembaga negara dilibatkan dalam pembahasannya. Isu penyadapan menjadi salah satu poin krusial yang memicu debat antara perlindungan hak privasi dan efektivitas penegakan hukum.
Baca juga: Revisi KUHAP: Wajib CCTV di Pemeriksaan, Cegah Intimidasi Penyidik
Sapriyanto mengingatkan pentingnya memastikan revisi KUHAP tidak mengikis perlindungan terhadap warga negara. “Kita butuh hukum acara yang adil, bukan represif,” tegasnya. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.