
DI BALIK ramai perdebatan pengalihan empat pulau dari Aceh ke Sumatra Utara, ada cerita lain yang tak kalah penting: cadangan migas raksasa di Laut Aceh. Blok Meulaboh dan Blok Singkil kini kembali menjadi sorotan.
Dua blok migas lepas pantai ini dikelola Conrad Asia Energy Ltd, perusahaan berbasis di Singapura. Kontraknya diteken pada Januari 2023. Luas wilayah kerja mereka mencapai 20.000 kilometer persegi. Potensi sumber dayanya membuat banyak pihak menaruh perhatian.
Survei awal Conrad menyebutkan, terdapat potensi gas prospektif lebih dari 15 triliun kaki kubik (TCF). Dari jumlah itu, sekitar 11 TCF diperkirakan bisa menjadi bagian bersih perusahaan. Angka ini tergolong jumbo dalam peta eksplorasi migas Indonesia. Tak heran, beberapa perusahaan migas global mulai melirik peluang untuk masuk ke dalam proyek ini.
Pengeboran Dimulai 2025, Investor Global Mengintai
Rencana eksplorasi pun mulai berjalan. Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Teuku Mohamad Faisal, mengungkapkan kepada wartawan pada medio 2024 bahwa Conrad akan memulai pengeboran eksplorasi di masing-masing satu sumur Blok Meulaboh dan Singkil pada 2025-2026. Pengeboran ini menjadi bagian dari pemenuhan komitmen awal kontrak eksplorasi mereka.
Namun sebelum pengeboran dilakukan, Conrad perlu menyelesaikan survei seismik lanjutan. Tahapan ini penting untuk memvalidasi data awal dan memastikan nilai sumber daya yang ada.
Baca juga: 4 Pulau Sengketa Aceh-Sumut, Ini Alasan Pusat Memutuskan
Tak hanya itu. Conrad juga sedang mempertimbangkan untuk melepas sebagian hak partisipasinya (farm-down) kepada mitra baru. Ketertarikan investor global terhadap proyek ini terus bertambah. “Proyek gas di Aceh berkembang cepat dari perkiraan,” ujar CEO Conrad, Miltos Xynogalas.
Tarik Ulur Batas Wilayah dan Dampak Geoekonomi
Menariknya, geliat eksplorasi migas ini beriringan dengan isu administrasi pengalihan empat pulau Aceh ke Sumatra Utara. Pemerintah pusat menegaskan bahwa penetapan batas wilayah murni berdasarkan hasil kajian teknis administrasi. Namun di kalangan Aceh, suara kritis bermunculan.
Baca juga: Alkisah 4 Pulau Aceh yang ‘Hijrah’ ke Sumatera Utara
Aceh memiliki kekhususan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Setiap perubahan batas wilayah dinilai bisa berpengaruh pada porsi pendapatan dari dana bagi hasil migas yang selama ini menjadi hak istimewa provinsi ini.
Letak empat pulau tersebut berada di wilayah perairan yang cukup dekat dengan zona eksplorasi Blok Singkil. Maka, spekulasi pun menguat: apakah pengalihan wilayah ini semata soal administratif? Atau ada dimensi geoekonomi yang turut bermain?

Konflik perbatasan wilayah memang bukan barang baru di Indonesia. Tapi kali ini, tarik-ulur batas administrasi terjadi bersebelahan dengan sumber daya strategis berisiko tinggi. Besarnya potensi cadangan gas di Blok Meulaboh dan Singkil bisa menjadi faktor yang ikut memperkeruh situasi.
Baca juga: 4 Pulau Jadi Sengketa Aceh-Sumut, Ini Akar Masalahnya
Di sisi lain, pengembangan blok migas ini juga membawa harapan baru bagi produksi energi nasional. Pemerintah memang tengah mendorong peningkatan produksi migas demi menjaga ketahanan energi Indonesia. Blok Singkil dan Meulaboh berpotensi menjadi bagian penting dari target ambisius tersebut.
Kini, bola panas tetap bergulir. Persoalan batas wilayah administrasi bisa selesai di meja pemerintah pusat. Tapi narasi soal siapa yang akan mendapat manfaat terbesar dari sumber daya laut Aceh tampaknya masih panjang.
Baca juga: Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumut, Ujian Nyata Otonomi Khusus
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi yang mengaitkan pengalihan batas wilayah dengan aktivitas eksplorasi migas di Blok Singkil. ***
Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA