Resesi Global Mengintai, Indonesia Andalkan Emas sebagai Benteng

Emas menjadi komoditas andalan Indonesia untuk menghadapi tekanan ekonomi global dan ancaman resesi usai kebijakan tarif baru dari AS. Foto: Ilustrasi/ Zlaťáky.cz/ Pexels.

JAKARTA, mulamula.idTarif dagang baru yang diumumkan Donald Trump memicu kegelisahan global. Indonesia termasuk dalam daftar negara mitra yang dikenakan tarif 32%. Kebijakan ini meningkatkan risiko terjadinya resesi dunia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa sejumlah harga komoditas strategis dunia anjlok tajam. Minyak mentah jenis Brent turun 28%, palm oil (CPO) turun hampir 30%, dan batu bara melorot 24% ke level US$97 per ton.

“Hanya emas yang naik. Ini menunjukkan permintaan global sedang melemah,” ujar Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4).

Risiko Global Meningkat

Setelah pengumuman tarif resiprokal Trump, ketidakpastian ekonomi global melonjak. Pasar keuangan bergejolak, mata uang negara berkembang tertekan, dan rantai pasok dunia terganggu.

Airlangga menyebut probabilitas resesi global kini lebih tinggi. Banyak perusahaan menunda belanja dan investasi. Sebagian bahkan memilih sikap “wait and see”.

Indonesia Tahan Guncangan

Meski tekanan global meningkat, Indonesia punya senjata andalan: emas. Keberadaan Bullion Bank—yang diluncurkan Presiden Prabowo pada Februari 2025—disebut menjadi penopang ekonomi nasional.

“Bank Emas hadir di saat yang tepat. Emas dan dolar adalah safe haven saat resesi. Kita punya emas,” jelas Airlangga.

Baca juga: BEI Naikkan Ambang Trading Halt Jadi 8 Persen, Antisipasi Kepanikan Pasar

Ia juga menyoroti bahwa harga-harga pangan strategis seperti kedelai, gandum, dan beras ikut menurun. Ini bisa memberi ruang stabilisasi di sektor domestik.

Respons Dunia Beragam

Negara-negara merespons tarif baru AS dengan cara berbeda. China menaikkan tarif balasan hingga 34% untuk produk-produk asal AS. Sebaliknya, India dan Malaysia memilih jalur diplomasi. Vietnam bahkan meminta penundaan penerapan tarif terkait operasional pabrik Nike, namun belum mendapat tanggapan Washington.

Baca juga: Ekonomi 2025 di Bawah Bayang-bayang Perubahan Iklim

Indonesia sendiri tidak membalas tarif tersebut dengan langkah retaliasi. Pemerintah memilih memperkuat kerja sama regional lewat CPTPP dan RCEP. “Kita ambil pendekatan diplomatik, memperluas pasar lewat kemitraan strategis,” pungkas Airlangga. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *