
DUNIA kerja sedang dirombak total. Bukan oleh krisis, tapi oleh kecerdasan buatan. Dan perubahan paling nyata terjadi bukan pada mesin, tapi pada struktur tim dimana manajer kian terpinggirkan.
Bagi CEO Microsoft Satya Nadella, tantangan terbesar di era AI bukanlah soal teknologi, tapi bagaimana manusia mengubah cara kerjanya. “Change management adalah hambatan utama,” ujar Nadella dalam diskusi Y Combinator. Ketika seseorang bekerja dengan bantuan 99 agen AI, katanya, maka alur kerja, bahkan cakupan peran, takkan sama lagi.
AI Mengubah Fungsi, Bukan Sekadar Menambah Tools
Nadella mencontohkan bagaimana AI telah mendesain ulang peran di LinkedIn. Fungsi yang sebelumnya terpisah, seperti desain produk, front-end engineering, dan manajemen produk, kini melebur menjadi satu peran baru, full-stack builder. Ini bukan sekadar efisiensi, tapi transformasi cara kerja yang mendalam.
Baca juga: Boom AI di Indonesia, Banyak Pengguna Minim Pencipta
Dan perubahan ini tak datang tanpa implikasi struktural. Microsoft mengumumkan pemangkasan hampir 6.000 karyawan pada Mei 2025, sebagian besar dari lapisan manajer menengah. Tujuannya, memperbesar proporsi pekerja teknis dan memperluas jangkauan kendali para manajer yang tersisa.
Seorang juru bicara perusahaan menegaskan bahwa langkah ini bukan karena kinerja buruk, melainkan bagian dari restrukturisasi organisasi yang digerakkan oleh AI.
Apa AI Menciptakan atau Menghapus Pekerjaan?
Di luar Microsoft, debat tentang dampak AI terhadap tenaga kerja terus berlangsung. CEO Nvidia, Jensen Huang, menyatakan bahwa AI akan mengubah semua pekerjaan, termasuk miliknya sendiri. Ia mengakui ada pekerjaan yang akan hilang, tapi juga muncul peluang-peluang kreatif baru.
Baca juga: AI Atur Lampu Merah, Polusi di Persimpangan Bisa Turun Drastis
Sementara itu, CEO Anthropic, Dario Amodei, memberi peringatan. Dalam lima tahun ke depan, AI bisa menggantikan hingga 50% pekerjaan pemula di sektor kantoran. “Kami, para pengembang teknologi ini, punya kewajiban untuk jujur soal dampaknya,” ujar Amodei dalam wawancara dengan Axios.
Adaptasi, Syarat Bertahan di Era AI
Kesadaran akan urgensi adaptasi pun mulai disuarakan secara terbuka. CEO Amazon, Andy Jassy, dalam sebuah memo internal mendorong seluruh karyawan untuk segera mendalami dan menggunakan AI dalam keseharian. “Didik diri Anda, ikut lokakarya, gunakan AI kapan pun bisa,” tulisnya.
Baca juga: AI Tak Bisa Dibiarkan Liar, Pemerintah Susun Aturan Main Baru
Reid Hoffman, pendiri LinkedIn, juga mengingatkan bahwa AI harus menjadi bagian dari alur kerja tim, tak peduli ukuran organisasinya. Dari startup kecil hingga korporasi global, transformasi ini tak bisa ditunda.
Kerja Tanpa Manajer, Siapkah Kita?
AI bukan sekadar alat bantu. Ia sedang mengubah logika kerja dan struktur organisasi secara fundamental. Dari PHK manajer menengah hingga munculnya peran-peran baru yang lintas disiplin, jelas bahwa kita tengah memasuki era baru kerja.
Bukan tidak mungkin, manajer seperti yang kita kenal hari ini, tak lagi relevan esok pagi. Dan dunia kerja seperti yang pernah kita pahami takkan pernah sama lagi. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.