Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Harus Mengacu pada Batas 1956

Foto: Igadeng.

JAKARTA, mulamula.id Sengketa batas wilayah antara Aceh dan Sumatra Utara kembali memanas, terutama terkait klaim atas empat pulau: Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Kali ini, Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), ikut angkat bicara.

Dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6), JK menegaskan pentingnya merujuk pada kesepakatan Helsinki yang diteken 15 Agustus 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Rujukan Pasal 1.1.4 Perjanjian Helsinki

JK mengacu pada Pasal 1.1.4 dalam perjanjian tersebut. “Dalam Pasal itu disebutkan bahwa batas Aceh mengacu pada perbatasan 1 Juli 1956,” ujar JK. Artinya, semua pengaturan batas wilayah seharusnya kembali ke situasi hukum yang berlaku saat itu.

Perjanjian Helsinki selama ini menjadi fondasi utama rekonstruksi hubungan pusat dan Aceh pasca-konflik. Salah satu poin krusial di dalamnya memang menyentuh soal batas wilayah administratif.

Undang-Undang 1956 Jadi Landasan

JK pun menegaskan, rujukan hukum mengenai batas wilayah itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara. Undang-undang ini diteken langsung oleh Presiden Soekarno.

“Di undang-undang tahun 1956 itulah diatur secara jelas batas-batas wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Jadi bukan soal kedekatan geografis saja,” jelasnya.

Kutipan Dokumen MoU Helsinki (2005):
Dalam butir 1 pasal 1.1.4 MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada 2005, dinyatakan: “Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956″.

JK mencontohkan situasi serupa di Sulawesi Selatan. Ada pulau yang letaknya dekat dengan NTT, namun secara administratif tetap menjadi bagian dari Sulawesi Selatan. “Itu hal yang lumrah dalam administrasi wilayah di Indonesia,” imbuhnya.

Ada Penduduk, Ada Pajak

Lebih jauh, JK menyampaikan bahwa pulau-pulau yang disengketakan bukanlah pulau kosong. Ada penduduk yang selama ini berinteraksi administratif dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, termasuk urusan perpajakan.

“Selama ini penduduk di pulau-pulau itu membayar pajak ke Singkil. Bukti-bukti pembayaran pajak pun ada,” ujar JK.

Dokumen MoU Helsinki (2005):
Dalam butir 1.1.4, MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM menyebutkan: “Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.” Ketentuan ini menjadi salah satu dasar dalam penetapan batas wilayah Aceh.
Dorongan Penyelesaian Segera

JK berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah penyelesaian yang adil dan bijak atas sengketa ini. “Mudah-mudahan saya yakin pemerintah bisa menyelesaikan dengan baik,” tutupnya.

Pernyataan JK menambah dimensi baru dalam diskusi publik soal status keempat pulau ini. Sengketa ini bukan hanya soal jarak geografis, tetapi juga menyangkut sejarah, hukum, dan administrasi pemerintahan. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *