
BAGI banyak anak muda, ijazah perguruan tinggi kini tak lagi terasa sebagai jaminan masa depan. Survei terbaru Indeed Hiring Lab mengungkapkan bahwa sebagian besar Generasi Z bahkan menilai kuliah bukan investasi yang sepadan.
Dalam survei terhadap 772 profesional di Amerika Serikat, hampir separuh responden Gen Z menilai gelar mereka sia-sia. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding Baby Boomer yang hanya 20%. Fenomena ini menegaskan perubahan besar dalam cara generasi baru menilai pendidikan tinggi.
Selama puluhan tahun, kuliah identik dengan gaji lebih tinggi. Data Federal Reserve Bank of San Francisco menunjukkan “college wage premium” memang naik tajam dari 1980 hingga 2010. Namun kini, kesenjangan itu stagnan. Biaya kuliah yang terus melambung justru membuat banyak lulusan terjerat utang pendidikan.
Baca juga: Hidup di Jakarta Butuh Rp 14,8 Juta per Bulan, Cukupkah UMP Rp 5 Juta?
Utang yang Membebani
Lebih dari separuh responden mengaku keluar dari kampus dengan utang mahasiswa. Beban cicilan ini bukan hanya soal keuangan pribadi, tapi juga menghambat mobilitas karier. Sebanyak 38% pekerja merasa utang mereka justru lebih merugikan ketimbang nilai gelar itu sendiri.
Baca juga: Cara Pintar Kelola Utang Pendidikan
Responden dengan pinjaman pendidikan lebih sering menilai kuliah sebagai “pemborosan uang” dibanding mereka yang tidak punya utang. Kombinasi biaya tinggi, stagnasi gaji, dan kelebihan jumlah lulusan membuat banyak anak muda mulai mempertanyakan, apakah kuliah masih sepadan?
Keterampilan Lebih Penting
Menariknya, mayoritas responden percaya bisa mengerjakan pekerjaan mereka sekarang tanpa gelar. Sebanyak 68% Gen Z dan 64% milenial yakin pengalaman serta keterampilan praktis lebih relevan dibanding ijazah.

Perusahaan pun tampaknya sepakat. Data Indeed mencatat lebih dari separuh lowongan kerja kini tidak lagi mencantumkan syarat gelar formal. Kriteria perekrutan perlahan bergeser: bukan lagi apa ijazahmu, tapi apa yang bisa kamu lakukan.
Pendidikan di Era AI
Meski begitu, kuliah tetap memberi nilai tambah di luar keterampilan teknis. Pengalaman berpikir kritis, membangun jejaring, hingga membentuk cara pandang terhadap dunia masih relevan di era teknologi.
Baca juga: Daya Saing Indonesia Merosot, Peringatan untuk Arah Pembangunan
Dengan kemajuan AI yang kian pesat, pendidikan tinggi dituntut menekankan fleksibilitas berpikir, kreativitas, dan keterampilan manusiawi. Sementara perusahaan perlu menyesuaikan strategi perekrutan agar lebih menilai kemampuan nyata daripada sekadar gelar.
Fenomena ini membuka jalan bagi pendekatan baru, dunia kerja yang lebih menilai keterampilan dibanding kredensial. Bagi pencari kerja, ini peluang untuk membuktikan diri lewat pengalaman nyata. Bagi kampus, ini sinyal untuk berbenah agar tetap relevan.
Pertanyaan besarnya kini bukan lagi gelar apa yang kamu punya, melainkan apa yang bisa kamu kerjakan. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.