UN ESCAP: Tanpa Transisi Hijau, SDGs Asia-Pasifik Bisa Ambyar

Ladang panel surya dan turbin angin jadi simbol peralihan Asia-Pasifik ke energi hijau, yang masih berjalan lambat di tengah target SDGs 2030. Foto: Ilustrasi/ Kindel Media/ Pexels.

KAWASAN Asia-Pasifik selama ini dikenal sebagai motor pertumbuhan ekonomi dunia. Namun di balik laju itu, ancaman krisis pembangunan berkelanjutan makin terasa. Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP) memperingatkan, lambatnya transisi energi hijau dan ketimpangan sosial membuat banyak negara di kawasan ini tertinggal dalam mengejar target Sustainable Development Goals (SDGs).

“Kisah sukses Asia-Pasifik belum selesai. Ketimpangan masih mencolok, terlalu banyak pekerja di sektor informal, dan dampak lingkungan terus meningkat,” kata Sekretaris Eksekutif UN ESCAP, Armida Salsiah Alisjahbana, dalam forum ASIAXCHANGE25, di Jakarta, Selasa (7/10).

Ketimpangan yang Membayangi

Menurut UN ESCAP, capaian SDGs di kawasan ini belum merata. Sebagian besar negara masih menghadapi “realitas ganda”. Kemajuan di satu sisi, namun kesenjangan dan risiko bencana di sisi lain.

Baca juga: 200 Juta Pekerjaan Hijau Menanti Asia Meski Kesenjangan Membayangi

Ketimpangan sosial dan ekonomi menjadi penghambat terbesar. Hampir dua pertiga pekerja di Asia-Pasifik masih berada di sektor informal tanpa perlindungan sosial. Urbanisasi pesat dan pertumbuhan penduduk juga memberi tekanan ekstra pada layanan publik dan lingkungan.

Energi Hijau Belum Jadi Prioritas

Masalah terbesar lainnya adalah sektor energi. Kawasan Asia-Pasifik mengonsumsi hampir setengah energi dunia, tetapi 80% di antaranya masih berasal dari bahan bakar fosil.

“Meningkatkan skala energi terbarukan dan teknologi bersih adalah keharusan,” tegas Armida.

Baca juga: Transisi Energi Indonesia, Antara Ambisi Global dan Realita Lokal

Ia menekankan perlunya memisahkan pertumbuhan ekonomi dari peningkatan emisi karbon. Namun laju aksi iklim justru melambat sejak pandemi. Akibatnya, kawasan ini kini menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

Langkah Bersama yang Mendesak

Untuk memperbaiki situasi ini, UN ESCAP menggandeng negara-negara di kawasan lewat sejumlah inisiatif:

  • Menyusun Peta Jalan Energi Berkelanjutan (SDG 7 Roadmap).
  • Mendorong kerja sama lintas batas untuk memperkuat akses energi bersih.
  • Mengembangkan strategi digital inklusif agar lebih banyak kelompok rentan bisa menikmati manfaat pembangunan.
  • Memperkuat ketahanan terhadap bencana yang makin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Pesan untuk Indonesia

Sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan, Indonesia dinilai punya peran penting mempercepat transisi energi hijau. Target Net Zero Emission (NZE) 2060 harus dipercepat dengan investasi lebih besar pada energi terbarukan dan reformasi perlindungan sosial agar ketimpangan tak makin dalam.

Baca juga: Dana Iklim Global Lari ke Asia Pasifik, Kok Bisa?

Jika tidak, kemajuan yang sudah dicapai Asia-Pasifik selama tiga dekade terakhir bisa tergerus oleh krisis iklim dan kesenjangan sosial yang membesar.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Peringatan UN ESCAP ini menjadi alarm bagi negara-negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Tanpa langkah cepat untuk mempercepat transisi energi hijau dan memperkuat sistem perlindungan sosial, mimpi mencapai SDGs 2030 bisa benar-benar ambyar. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *