WTO Dukung Indonesia dalam Sengketa Biodiesel dengan Uni Eropa

Markas besar WTO di Jenewa. Keputusan panel WTO memberi angin segar bagi ekspor biodiesel Indonesia yang sejak 2019 dikenai tarif tinggi di Uni Eropa. Foto: opiniojuris.

JAKARTA, mulamula.id Indonesia mencatat kemenangan penting di arena perdagangan internasional. Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan dukungannya terhadap sejumlah klaim Indonesia dalam sengketa biodiesel melawan Uni Eropa (UE).

Sengketa ini bermula sejak 2019, ketika UE memberlakukan bea imbalan (countervailing duties) 8–18 persen untuk impor biodiesel asal Indonesia. Kebijakan tersebut dinilai merugikan eksportir nasional dan menekan daya saing produk berbasis minyak sawit di pasar Eropa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut keputusan panel WTO ini sebagai kabar baik. “Sebagai konsekuensi, Uni Eropa tentu perlu mencabut kebijakan dumping yang diberikan,” ujarnya dalam peringatan HUT ke-80 RI dan HUT Kemenko Perekonomian ke-59 di Jakarta, Sabtu (23/8).

Pasar Vital bagi Biodiesel Indonesia

Uni Eropa merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga Indonesia untuk minyak sawit dan turunannya, termasuk biodiesel. Produk ini memainkan peran penting dalam neraca perdagangan, mengingat Indonesia masih menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Keputusan WTO dinilai strategis. Jika UE tunduk pada rekomendasi panel, hambatan dagang terhadap biodiesel Indonesia bisa berkurang signifikan. Namun, UE masih memiliki opsi untuk mengajukan banding.

Jalan Panjang ke WTO

Indonesia resmi menggugat kebijakan UE ke WTO pada 2023. Argumen utamanya, tarif tinggi atas biodiesel dianggap melanggar aturan perdagangan internasional. Panel WTO dalam putusannya menyatakan, “Uni Eropa perlu menyelaraskan langkah-langkahnya dengan kewajiban berdasarkan Perjanjian SCM.”

Baca juga: Penundaan Kebijakan UE, Peluang atau Ancaman bagi Sawit Rakyat?

Perjanjian SCM (Subsidies and Countervailing Measures) mengatur penggunaan subsidi dan tindakan balasan di antara negara anggota WTO.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Foto: Dok. Ekon.

Namun, proses ini belum sepenuhnya selesai. Badan Banding WTO sudah tidak berfungsi sejak 2019 karena kebuntuan politik global, terutama akibat pemblokiran pengangkatan hakim oleh pemerintahan Donald Trump di AS. Kondisi ini membuat banyak sengketa dagang menggantung tanpa kepastian akhir.

Dampak bagi Ekspor Indonesia

Meski masih ada jalan berliku, kemenangan di panel WTO memberi sinyal positif bagi diplomasi perdagangan Indonesia. Pemerintah menilai hal ini akan memperkuat posisi tawar dalam negosiasi dengan UE, sekaligus melindungi komoditas strategis yang menopang jutaan petani sawit.

“Ini kabar baik bagi perkembangan komoditas andalan ekspor Indonesia,” tegas Airlangga.

Ke depan, keputusan ini berpotensi mendorong stabilitas harga biodiesel di pasar global dan memberi kepastian lebih besar bagi produsen dalam negeri. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *