Solusi Plastik Nggak Datang dari Atas, tapi dari Kita

Tas belanja berlabel daur ulang bukan jaminan ramah lingkungan. Banyak yang justru berbahan plastik tebal sekali pakai yang sulit terurai dan tidak benar-benar bisa didaur ulang. Foto: Ilustrasi/ Lara Jameson/ Pexels.

PLASTIK sudah jadi bagian hidup sehari-hari dan juga sumber masalah global. Tapi siapa bilang solusi harus nunggu dari atas? Di tengah kebuntuan kebijakan dan debat panjang soal daur ulang, komunitas-komunitas di Indonesia udah jalan duluan. Mereka nggak cuma mengurangi, tapi bikin sistem baru, yakni sistem guna ulang.

Di forum bergengsi World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Minggu (3/8), perwakilan masyarakat sipil Indonesia tampil beda. Tiza Mafira dari Dietplastik Indonesia bilang, “Kami nggak nunggu aturan turun. Sistem pengganti plastik sekali pakai udah kami bangun lebih dari 10 tahun.”

Baca juga: Mikroplastik di Tubuhmu, Diplomasi di Pundak Negara

Itu bukan omong kosong. Di berbagai kota, sudah ada jaringan usaha dan komunitas yang menjalankan model reuse, dari refill station, wadah pakai ulang, sampai sistem logistiknya. Dan sekarang, mereka nggak sendiri. Gerakan ini makin terorganisir lewat Asosiasi Guna Ulang Indonesia (AGUNI) dan bahkan Asia Reuse Consortium, yang menyatukan gerakan serupa di Vietnam, Thailand, Filipina, dan India.

Daur Ulang Nggak Cukup Cepat

Selama ini, kita sering dibilangin, daur ulang itu jawabannya. Tapi kenyataannya, daur ulang nggak secepat produksi plastik baru. Data global menunjukkan, 83% investasi swasta untuk isu plastik malah masuk ke sektor daur ulang, bukan ke reuse. Di sisi lain, solusi akhir seperti pembakaran sampah justru dapat porsi dana yang besar, padahal itu nyaris nggak mengurangi produksi plastik di hulu.

“Reduce, Reuse, Recycle”, slogan yang familiar tapi sering kehilangan makna saat diterapkan pada plastik sekali pakai yang diklaim ‘reusable’. Di sinilah kritik terhadap sistem daur ulang dan solusi palsu dalam krisis plastik jadi relevan. Foto: Ilustrasi/ George Gregorio/ Pexels.

Tiza dan kelompok masyarakat sipil Indonesia membawa pesan berbeda ke forum internasional. Pesannya, kalau serius mau atasi krisis plastik, mulai dari hulu, bukan tunggu sampah numpuk. Dan itu berarti, memperkuat sistem guna ulang.

Sistem Reuse itu Nyata, Tinggal Diperkuat

Model reuse bukan utopia. Udah terbukti bisa jalan. Tapi sayangnya, dukungan negara dan pendanaan besar belum sepenuhnya nyambung. Banyak inovasi lokal yang masih jalan sendiri tanpa insentif, tanpa regulasi yang mendukung, dan sering kalah bersaing dengan plastik murah yang disubsidi.

Baca juga: Perang Bali Lawan Plastik Dimulai dari Botol

Padahal reuse bukan cuma soal lingkungan. Ini juga soal lapangan kerja hijau, penguatan UMKM, dan ekonomi lokal. Kalau pemerintah mau serius, mereka harus bikin reuse jadi bagian dari kebijakan nasional. Dari penghapusan subsidi plastik, aturan larangan plastik sekali pakai yang bisa diganti, sampai insentif untuk pelaku usaha reuse.

Tas jaring seperti ini jadi pilihan nyata untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai. Solusi reuse bukan sekadar slogan, tapi praktik harian yang bisa dimulai dari rumah. Foto: Ilustrasi/ Cottonbro Studio/ Pexels.
Saatnya Arahkan Dana ke Solusi yang Beneran Ubah Sistem

Organisasi seperti UNEP dan OECD juga udah sounding soal ini. Reuse butuh guideline global dan pembiayaan yang adil. Dana bantuan pembangunan global untuk isu plastik masih di bawah 0,5%. Asia cuma dapat 5%, dan Afrika lebih kecil lagi. Blended finance dan dukungan investor dibutuhkan biar pelaku reuse bisa tumbuh.

Baca juga: Mikroplastik Menyusup Lewat Sarapan, Makan Siang, dan Makan Malam

Indonesia sebenarnya sudah punya modal sosial dan gerakan akar rumput yang kuat. Sekarang tinggal kemauan politik dan arah pembiayaan yang harus menyesuaikan. Karena di akhir hari, solusi plastik bukan cuma soal teknologi, tapi soal pilihan. Dan komunitas udah mulai lebih dulu.

Pertanyaannya, apa negara siap menyusul? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *