Raksasa Tertidur Panas Bumi, Bangun atau Tetap Mimpi?

Uap panas bumi dari sumur produksi di PLTP Kamojang, Jawa Barat. Indonesia sudah 42 tahun mengembangkan panas bumi, tapi pemanfaatannya baru 11% dari total potensi. Foto: Dok. Kementerian ESDM

INDONESIA punya cadangan panas bumi segunung, tapi pemanfaatannya masih secuil. Padahal pemerintah sudah menargetkan jadi produsen listrik panas bumi terbesar dunia pada 2030.

Sejak PLTP Kamojang Unit 1 beroperasi di Jawa Barat tahun 1983, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia baru sekitar 2,7 GW. Itu hanya 11% dari total potensi lebih dari 24 GW. Sisanya? Masih tersimpan di perut bumi.

Lambat dan Perlu Terobosan

Menurut catatan ReforMiner Institute, laju pengembangan panas bumi di Indonesia masih relatif lambat. Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, menilai tanpa intervensi kebijakan pemerintah, target 2030 bakal susah tercapai.

“Kalau hanya mengandalkan mekanisme business-to-business, pengembangan panas bumi di Indonesia hampir bisa dipastikan akan berjalan lambat,” kata Komaidi.

Baca juga: 12 Proyek Panas Bumi Indonesia Menanti Investasi

Ia menambahkan, negara-negara yang sukses mengembangkan panas bumi selalu punya regulasi kuat, dukungan fiskal, serta komitmen pemerintah. Tanpa itu, investasi akan jalan di tempat.

Belajar dari Filipina, Meksiko, dan Turki

Komaidi memberi contoh Filipina, yang berhasil mengonversi 48% potensi panas buminya. Rahasianya ada pada insentif fiskal, tax holiday, hingga dukungan penuh perusahaan transmisi nasional (TRANSCO). Kepastian infrastruktur bikin investor nyaman.

Raksasa panas bumi kita masih tidur lelap. Indonesia baru pakai 11% potensinya, sementara Filipina sudah 48% dan Meksiko 40%. Turki? Gaspol 328% dalam 10 tahun. Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Di Meksiko, reformasi energi jadi kunci. Pemerintah membuka akses bagi swasta dan asing untuk ikut bermain, sehingga kapasitas terpasang bisa melesat sampai 40% dari potensi.

Baca juga: China Kuasai 50% Energi Terbarukan Global pada 2030

Sedangkan Turki mencatat kenaikan kapasitas 328% hanya dalam 10 tahun. UU Energi Terbarukan (EBET) mereka memberikan jaminan feed-in tariff 10 tahun, bonus komponen lokal, sampai kompensasi kerugian investor. Hasilnya, iklim investasi jadi jauh lebih sehat.

PR Besar Indonesia

Menurut Komaidi, ada lima hal penting yang harus jadi fokus pemerintah jika mau mengejar target 2030:

  1. Mengelola risiko eksplorasi dan mempercepat tanggal operasi komersial (COD).
  2. Menyusun tarif kompetitif dengan dukungan pembiayaan yang tepat.
  3. Memperkuat kerja sama antar-stakeholder, terutama dengan PLN sebagai pembeli tunggal.
  4. Mengembangkan teknologi baru agar proyek tidak molor.
  5. Meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lewat industrialisasi manufaktur.
Bangun atau Tetap Mimpi?

Transisi energi sedang jadi isu global. Panas bumi sebetulnya punya keunggulan besar karena stabil, beroperasi 24 jam, dan ramah lingkungan. Tapi tanpa regulasi yang solid, Indonesia bisa gagal jadi “raksasa panas bumi” dunia.

Baca juga: Indonesia, Raksasa Panas Bumi Dunia yang Belum Terbangun

“Pengembangan panas bumi butuh kepastian kebijakan. Tanpa itu, target besar hanya akan jadi wacana,” tegas Komaidi.

Pertanyaannya, apakah Indonesia siap bangun dari tidur panjangnya sebelum 2030. Atau raksasa panas bumi ini bakal tetap jadi legenda yang tak pernah nyata? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *