Krisis Hukum di India, 1 Juta Kasus Menumpuk di Pengadilan Tertua

Timbangan keadilan di halaman depan Pengadilan Tinggi Allahabad, India, menggambarkan krisis peradilan yang diwarnai penumpukan lebih dari 1 juta kasus hukum. Foto: Ilustrasi.

Mulamula.idPengadilan Tinggi Allahabad, salah satu pengadilan tertua di India, menghadapi krisis serius. Lebih dari 1 juta kasus hukum menumpuk, membuat warga negara bagian Uttar Pradesh terjebak dalam ketidakpastian hukum yang tak kunjung berakhir.

Kondisi ini menjerat banyak warga, termasuk Babu Ram Rajput (73), pensiunan PNS yang telah berjuang selama lebih dari 30 tahun untuk menyelesaikan sengketa tanah. “Saya berharap kasus saya diputuskan saat saya masih hidup,” kata Rajput, dikutip Nile Post, Senin (29/9/2025).

Tanah yang ia beli lewat lelang pada 1992 hingga kini masih diperebutkan oleh pemilik sebelumnya. Kisah Rajput hanyalah satu dari ribuan kasus yang menggambarkan wajah suram keadilan di India.

Gunungan Perkara dan Sistem yang Terseok

Menurut BBC, keterlambatan penyelesaian kasus dipicu kekurangan hakim. Dari 160 kursi staf ahli di Pengadilan Tinggi Allahabad, banyak yang tidak terisi penuh. Akibatnya, hakim yang ada harus menangani ratusan hingga ribuan perkara per hari.

Dalam praktiknya, setiap kasus rata-rata hanya mendapat waktu kurang dari satu menit untuk diputuskan. Banyak perkara bahkan tak tersentuh sama sekali.

Baca juga: Pengacara Didenda Rp166 Juta Gara-gara Kutip Kasus Fiktif dari ChatGPT

Masalah diperparah oleh penyelidikan polisi yang lambat, penundaan sidang, dan infrastruktur pengadilan yang buruk. Perkara yang dianggap mendesak, seperti permohonan jaminan atau penangguhan penggusuran, sering diprioritaskan sehingga kasus lama makin terpinggirkan.

Putusan Kilat, Keadilan yang Tersendat

Kondisi ini memaksa sebagian hakim mengeluarkan putusan yang dinilai “cepat dan asal-asalan”.

“Hakim sering hanya mengeluarkan arahan agar pemerintah bertindak atau mengarahkan pengadilan tingkat bawah,” ujar Amar Saran, hakim pensiunan, seperti dikutip BBC.

Keterlambatan ekstrem tercatat pada April lalu, saat kasus pemerkosaan dan pembunuhan baru diputus setelah lebih dari 40 tahun. Ketika putusan dibacakan, empat dari lima terdakwa telah meninggal dunia, sementara satu orang yang masih hidup diperintahkan menyerahkan diri.

Krisis yang Diakui Mahkamah Agung

Mahkamah Agung India pada Januari 2025 menyebut daftar perkara di Pengadilan Tinggi Allahabad sudah “tidak bisa diprediksi dan lumpuh total”.

Para pengacara telah lama meminta penambahan hakim atau pembentukan majelis hakim tambahan seperti yang dilakukan di Lucknow. Namun, prosesnya terhambat oleh mekanisme seleksi berlapis. Mulai dari pengadilan tinggi, pemerintah negara bagian, pemerintah federal, hingga Ketua Mahkamah Agung India.

Baca juga: Bahaya Hukum Mengintai, Tahanan Bisa Bebas Massal Mulai 2026

Kesulitan juga muncul karena ketua pengadilan kerap berasal dari luar daerah, sehingga kurang mengenal calon hakim maupun pengacara setempat.

Perbaikan yang Masih Jauh dari Harapan

Tahun lalu, Mahkamah Agung hanya merekomendasikan satu pengangkatan hakim baru, padahal hampir separuh kursi di Allahabad kosong.

Beberapa kemajuan tercapai tahun ini setelah 40 hakim baru diangkat. Namun, antrean perkara tetap menggunung. Para pakar memperkirakan, bahkan jika seluruh kursi terisi, masing-masing hakim masih harus menangani lebih dari 7.000 kasus yang tertunda.

Krisis ini menunjukkan bahwa reformasi peradilan India bukan hanya soal menambah hakim, tetapi juga membangun sistem yang lebih efisien dan adil. Tanpa itu, jutaan warga seperti Rajput akan terus menunggu keadilan yang entah kapan tiba. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *