
SELAMA bertahun-tahun, dunia travel dipenuhi promo hotel mewah, bandara megah, dan paket liburan yang semuanya terlihat mirip. Tapi tren itu pelan-pelan tumbang. Wisatawan global, terutama Gen Z dan milenial, sekarang datang dengan selera baru. Mereka mau pengalaman yang terasa nyata, manusiawi, dan dekat dengan kehidupan lokal.
Dan kalau bicara tentang “yang asli”, Indonesia sebenarnya punya stok berlimpah.
Itu juga yang mengemuka dalam percakapan MulaMula (lewat SustainReview.ID) dengan dua sosok top dunia di TOURISE Global Summit 2025, Riyadh, Paul Charles, pakar aviasi yang sudah puluhan tahun mengamati industri penerbangan, dan Peter Greenberg, Travel Editor CBS News yang dikenal tajam dan anti-gimmick.
Keduanya, meski dari dunia yang berbeda, sepakat soal satu hal, masa depan travel bukan lagi soal fasilitas, tapi soal cerita dan manusia.
Travel Hari Ini = Cari Makna, Bukan Kemewahan
Pandemi mengubah cara orang melihat hidup. Kita kehilangan banyak hal, termasuk waktu. Setelah itu, wisatawan mulai bertanya hal yang lebih dalam, “Kenapa aku pergi? Apa yang ingin aku pelajari? Apa yang bisa aku rasakan?”
Paul Charles bilang, ini bukan “revenge travel”, tapi “refocus travel”. Orang ingin pengalaman yang memberi pelajaran, bukan sekadar postingan baru.
Baca juga: Cara Baru Industri Travel ‘Menjual’ Keberlanjutan
Ini kabar bagus buat Indonesia. Karena pengalaman autentik di sini tidak perlu dicari. Semua sudah ada di pelukan masyarakat lokal.

Yang Dicari Turis Dunia Ternyata… Orang Lokal
Peter Greenberg bahkan ngomong blak-blakan, yang membuat sebuah destinasi kuat bukan hotelnya, tapi “siapa yang bercerita tentang tempat itu.”
Turis dunia sekarang ingin tahu:
- gimana makanan itu dibuat,
- kenapa sebuah tradisi dijalankan,
- siapa yang tinggal di balik sebuah pantai,
- apa makna dari upacara kecil di sebuah desa,
- dan kenapa warga merawat alamnya dengan cara tertentu.
Mereka ingin human connection.
Mereka datang untuk belajar, bukan sekadar “melihat”.
Baca juga: Peter Greenberg: Sustainability itu Bukan Slogan, Ikuti Uangnya
Dan Indonesia?
Dari Aceh sampai Papua, kita punya jutaan pencerita alami. Nelayan, petani, pengrajin, ibu-ibu dapur, pemandu desa wisata, komunitas kreatif, pelaku UMKM, penjaga budaya, anak-anak muda setempat yang bangga dengan kampungnya.
Ini aset kelas dunia yang negara lain nggak punya.

UMKM dan Desa Wisata Diam-diam Sudah Memimpin
Paul Charles bilang, hotel kecil dan usaha keluarga sering kali lebih hijau daripada hotel besar.
Di Indonesia, ini udah jadi kenyataan sejak lama:
- homestay yang pakai produk lokal,
- kafe kecil yang jaga limbah,
- paket wisata yang disusun komunitas,
- guide yang kenal setiap jengkal kampung.
Yang kurang cuma satu, cara bercerita tentang semua itu.
Baca juga: Travel Hijau, Bisnis Baru Dunia Wisata
Indonesia selama ini terlalu fokus jual “pemandangan”, padahal yang dicari dunia adalah orangnya.
Saatnya Indonesia Jual yang Memang Kita Punya, Cerita
Turis dunia lagi haus pengalaman asli. Dan Indonesia benar-benar punya “barang”-nya. Cerita, manusia, komunitas, budaya hidup, dan vibe lokal yang tidak bisa disalin negara mana pun.
Ke depan, pariwisata Indonesia tidak harus bersaing lewat resort terbesar.
Kita bisa menang lewat hal yang paling sederhana dan paling kita kuasai, keaslian.
Indonesia tidak butuh pura-pura.
Ceritanya sudah kuat sejak lama.
Tinggal kita tampilkan dengan cara yang lebih jujur, lebih menarik, dan lebih manusiawi. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.