
INDONESIA sering dibanjiri kabar bohong, mulai dari isu politik sampai kesehatan. Ironisnya, sebagian besar masyarakat menelannya bulat-bulat. Pertanyaannya: mengapa kita begitu mudah ditipu?
Jawaban pahitnya: karena kita malas membaca. Data UNESCO beberapa tahun lalu mencatat minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari seribu orang, mungkin hanya satu yang benar-benar membaca serius. Sisanya puas dengan potongan berita di media sosial atau pesan berantai WhatsApp.
Hoaks Subur, Nalar Kering
Bangsa yang tidak membaca akan kehilangan daya kritis. Akibatnya, berita bohong berkembang subur. Dari isu vaksin berbahaya, ramalan kiamat, sampai gosip politik, semua bisa dipercaya tanpa sempat diverifikasi.
Baca juga: Aksara: Kalau Mau Pintar, Tutup TikTok-mu dan Buka Buku!
Membaca buku, jurnal, atau tulisan panjang melatih otak untuk menganalisis. Sebaliknya, budaya “scroll” hanya melatih otak untuk bereaksi cepat. Inilah mengapa generasi yang malas membaca lebih mudah digiring opini.
Kembali ke Khitah Ilmu
Membaca bukan sekadar hobi. Membaca adalah benteng. Dengan membaca, kita membangun daya kritis, membiasakan diri mengecek fakta, dan menolak menjadi korban tipu daya.
Kalau benar kita ingin bangsa ini cerdas dan tahan terhadap hoaks, mulailah dari langkah sederhana: buka buku. Karena bangsa yang malas membaca, pada akhirnya hanya akan jadi bangsa yang mudah ditipu. ***

Catatan Redaksi
- Aksara adalah rubrik khusus Mulamula.id yang hadir setiap akhir pekan untuk memprovokasi publik agar kembali ke khitah ilmu, membaca. Lewat tulisan-tulisan reflektif, satir, hingga inspiratif, Aksara mengingatkan kita semua bahwa peradaban besar hanya lahir dari tradisi membaca, bukan sekadar budaya scroll.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.