Aksara: Hidup Tanpa Membaca, tapi Penuh Berdebat

Ruang dialog semakin sepi. Semua bicara, tapi tak ada yang benar-benar mendengarkan. Foto: Ilustrasi/ Pavel Danilyuk/ Pexels.
Zaman Ketika Semua Orang Ingin Bicara

KITA hidup di zaman ketika semua orang ingin terdengar.
Semua ingin bicara, semua ingin benar, semua ingin menang.

Namun jarang yang ingin memahami.

Setiap isu publik, setiap tragedi, setiap kontroversi, selalu berujung pada hal yang sama.
Bukan pencarian kebenaran, tapi perlombaan menjadi paling vokal.

Kolom komentar kini menggantikan ruang belajar.
Opini menggantikan riset.
Judul menggantikan isi.
Dan suara menggantikan akal.

Kita marah, bereaksi, menuduh, menyerang,
bahkan sebelum membaca satu paragraf pun.

Hidup di Zaman Tanpa Keheningan

Menurut Reuters Digital News Report (2025),
58% pengguna media sosial mengaku berkomentar atau membagikan artikel tanpa pernah membacanya sampai selesai.

Kita bukan kekurangan informasi.
Kita kelebihan impuls.
Kita bukan tak punya akses ke pengetahuan,
kita tak punya kesabaran untuk mencarinya.

Baca juga: Aksara: Kita Sibuk Melakukan Segalanya, Kecuali Berpikir

Kita menilai sesuatu dari 10 detik video,
2 baris caption, atau satu potongan screenshot.

Kita memihak dulu, berpikir belakangan.
Atau bahkan tidak berpikir sama sekali.

Debat Bukan Lagi Pertukaran Ide

Debat dahulu adalah ruang untuk saling memperkaya,
sekarang menjadi arena pertarungan ego.

Ketika argumen berat kalah oleh sindiran lucu,
ketika data kalah oleh nada suara,
ketika yang paling keras dianggap paling benar

Baca juga: Aksara: Buku yang Didengar, Bukan Dibaca

di sanalah literasi tenggelam.

Pew Research (2024) mencatat
73% pengguna internet lebih peduli menang debat ketimbang memahami substansi.

Inilah dunia ketika:

  • orang bereaksi lebih cepat daripada merenungkan,
  • orang berbicara lebih keras daripada membaca,
  • orang ingin didengar, tapi tidak ingin belajar.
Kita Tak Lagi Berusaha Memahami

Kebenaran bukan lagi sesuatu yang dicari,
tapi sesuatu yang diklaim.

Namun membaca, membaca yang sungguh-sungguh,
selalu mengajarkan satu hal penting
bahwa dunia tidak sesederhana itu.

Ketika kita membaca, kita menunda penilaian.
Ketika kita membaca, kita mendengarkan dulu.
Ketika kita membaca, kita membuka ruang bagi pikiran bertumbuh.

Baca juga: Aksara: Dunia yang Mencari Kebenaran di Kolom Komentar

Dan mungkin karena itulah membaca terasa berat
sebab membaca menuntut kerendahan hati.

Sementara debat tanpa dasar menawarkan kepuasan cepat.

Kembali ke Akar, Mengerti Sebelum Berbicara

Dunia yang berisik bukan butuh lebih banyak suara.
Tapi, butuh lebih banyak pemikiran.

Membaca bukan hobi kuno.
Membaca kemampuan dasar bertahan hidup di dunia yang penuh manipulasi.

Baca juga: Aksara: Kalau Mau Pintar, Tutup TikTok-mu dan Buka Buku!

Karena tanpa membaca,
kita akan selalu menjadi penonton yang mudah digiring,
bukan manusia yang mampu menentukan arah.

Di era perdebatan tanpa pemahaman,
membaca adalah bentuk keberanian.

Penutup

Kita hidup di era opini.
Tapi opini tanpa membaca hanyalah gema kosong.

Di dunia yang penuh perdebatan,
membaca adalah tindakan paling tenang dan paling revolusioner.

Salam literasi.

Catatan Redaksi
  • Aksara adalah rubrik khusus mulamula.id yang hadir setiap akhir pekan untuk menggugah publik agar kembali ke khitah ilmu: membaca, memahami, dan berpikir. Lewat tulisan reflektif, satir, hingga inspiratif, Aksara mengingatkan bahwa peradaban besar tidak lahir dari kecepatan scroll, tapi dari halaman yang dibaca dengan sabar.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *