
JAKARTA, mulamula.id – Ledakan penggunaan ChatGPT di Indonesia ternyata belum dibarengi dengan lonjakan jumlah pengembang teknologi. Negeri ini menempati posisi keempat dunia dalam hal jumlah pengguna ChatGPT, namun belum masuk jajaran utama pencipta aplikasi berbasis kecerdasan buatan.
Hal ini diungkapkan Chief of Economic OpenAI, Ronnie Chatterji, dalam forum Tech in Asia: Asia Economic Summit 2025 di Jakarta. Dalam paparannya, Ronnie menyebutkan bahwa Indonesia bersama India dan Jepang menjadi tiga negara dengan pengguna aktif mingguan ChatGPT tertinggi di Asia Pasifik.
“Dalam setahun terakhir, pengguna aktif mingguan AI di Asia naik tujuh kali lipat. Di Indonesia, peningkatannya bahkan tiga kali lipat,” ujar Ronnie.
Baca juga: Jejak Karbon ChatGPT Setara 260 Penerbangan Tiap Bulan
Lonjakan Pengguna, Developer Tertinggal
Namun, lonjakan pemakaian ini belum sejalan dengan pertumbuhan jumlah developer. Indonesia masih tertinggal dibandingkan India, Jepang, dan Korea Selatan dalam hal jumlah pengembang yang memanfaatkan API (Application Programming Interface) untuk menciptakan solusi berbasis AI.
Baca juga: OpenAI Raih Pendanaan Raksasa, Siap Kuasai Era AI Superkomputasi
OpenAI, menurut Ronnie, telah membuka banyak pintu lewat model open-source dan kemudahan akses API. Sayangnya, pemanfaatan peluang tersebut di Indonesia masih minim. Padahal, dengan populasi digital yang besar, Indonesia punya potensi besar untuk bukan hanya menjadi konsumen teknologi, tapi juga penciptanya.

Butuh Talenta dan Akses Digital Merata
Ronnie menekankan pentingnya memperkuat kapasitas lulusan bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). “Lulusan STEM harus dibekali kemampuan membangun dengan AI. Bukan hanya paham, tapi mampu menciptakan,” katanya.
Baca juga: AI Atur Lampu Merah, Polusi di Persimpangan Bisa Turun Drastis
Lebih lanjut, adopsi teknologi AI juga perlu meluas ke berbagai sektor: mulai dari keuangan, perdagangan, properti, hingga energi. Menurut Ronnie, masa depan AI di Indonesia akan sangat ditentukan oleh dua hal: kesiapan talenta lokal dan pemerataan akses digital, termasuk internet dan layanan publik berbasis teknologi.
“Tantangan kita adalah melanjutkan tren adopsi tinggi menjadi budaya inovasi. Tanpa infrastruktur digital yang inklusif, potensi besar ini bisa tak tergarap optimal,” ujarnya.
Dengan basis pengguna yang kuat, Indonesia berada di jalur cepat menuju era AI. Namun agar tidak sekadar jadi pasar bagi teknologi luar, investasi pada sumber daya manusia dan akses digital harus jadi prioritas utama. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.
Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA