Buronan AS Bebas Berkeliaran di Bandung, Begini Jawaban Polri

Komisi III DPR menggelar RDP dengan Kepala Divhubinter Polri dan Direktur Tindak Pidana PPA-PPO Mabes Polri, di antaranya membahas status Sofyan Iskandar, buronan AS yang masih bebas di Bandung.
Foto: TVP

JAKARTA, mulamula.id Nama Sofyan Iskandar kembali mencuat setelah Komisi III DPR mempertanyakan statusnya. Warga negara Indonesia (WNI) ini masuk dalam daftar Red Notice Interpol atas kasus dugaan pelecehan seksual di Amerika Serikat. Namun, hingga kini ia masih bebas beraktivitas di Bandung, bahkan mengelola sebuah apartemen.

Pertanyaan publik pun sederhana tapi krusial, bagaimana mungkin seorang buronan internasional masih leluasa di Indonesia?

Red Notice Bukan Perintah Wajib

Sekretaris NCB Interpol Polri, Brigjen Untung Widyatmoko, menegaskan Sofyan memang masuk daftar Red Notice sejak 2016. Kasusnya terjadi antara 2003–2010 di Santa Clara, California, dengan ancaman hukuman seumur hidup.

Namun, menurut aturan Interpol, Red Notice tidak bersifat mengikat. Negara anggota tidak wajib melakukan penangkapan, melainkan cukup melaporkan keberadaan tersangka kepada pemohon dan sekretariat Interpol di Lyon, Prancis.

“Upaya paksa tidak mandatori. Yang diwajibkan adalah melaporkan posisi subyek,” jelas Untung dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (22/9/2025).

Asas Perlindungan Maksimum

Indonesia memegang teguh asas perlindungan maksimum terhadap WNI. Hal ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Artinya, negara wajib melindungi warganya dalam kondisi apa pun, termasuk ketika yang bersangkutan menjadi buronan luar negeri.

Sumber: UU No. 12/2006, Interpol Rules on the Processing of Data (Pasal 87), Rapat Komisi III DPR RI (22/9/2025), FBI/Atase AS.

Dalam praktiknya, kepolisian hanya melakukan pemantauan tertutup terhadap Sofyan tanpa penangkapan.

Kadaluarsa hingga Resiprositas

Ada beberapa alasan lain Sofyan tidak diproses di Indonesia:

  • Kadaluarsa perkara. Kasus terakhir terjadi 15 tahun lalu.
  • Korban menolak bersaksi. FBI menyatakan korban enggan hadir di pengadilan karena trauma.
  • Tidak ada asas resiprositas. Menurut Polri, hingga kini Amerika Serikat belum menunjukkan komitmen serupa. Ada enam buronan Indonesia di AS yang tidak dipulangkan.

Kondisi ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, Indonesia berkewajiban melindungi warganya. Di sisi lain, publik mempertanyakan celah hukum yang membuat seorang buronan internasional tetap bebas.

Jalan Ekstradisi

Brigjen Untung menekankan, jika AS serius, mekanisme yang tepat adalah ekstradisi, bukan sekadar serah-terima antar polisi. Namun, selama belum ada kesepakatan ekstradisi yang kuat, Sofyan akan tetap berada dalam pengawasan terbatas.

Kasus ini membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana hukum Indonesia menyeimbangkan perlindungan WNI dengan tuntutan keadilan global. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *