Dari Rotan ke Gitar, Kisah Aruma Cumlaude ITB

Nidewi Aruman merayakan kelulusan dengan gitar karuun buatannya. Tugas Akhir unik itu mengantarnya meraih predikat cumlaude dari Desain Produk ITB. Foto: Dok. Aruma/ ITB.

DI TANGAN Nidewi Aruman, rotan bukan cuma jadi kursi atau meja. Mahasiswa Desain Produk Institut Teknologi Bandung (ITB) ini berhasil menyulapnya jadi gitar akustik yang bukan hanya indah dipandang, tapi juga enak dimainkan.

Aruma, begitu ia akrab disapa, memadukan dua dunia yang paling dekat dengannya, musik dan desain. Hasilnya adalah gitar karuun, instrumen akustik berbahan rotan lembaran (vinir) yang biasanya dipakai untuk furnitur. Bedanya, kali ini rotan itu dipoles jadi karya inovatif penuh identitas.

“Gitar itu instrumen paling diminati di dunia. Aku juga sering manggung pakai gitar. Jadi karya ini bukan hanya untuk akademik, tapi bisa aku bawa ke panggung juga,” ungkap Aruma mengutip laman resmi ITB.

Dari Bahan Furnitur Jadi Nada Hangat

Karuun biasanya akrab dengan sofa atau lemari, tapi Aruma penasaran apakah material ini bisa masuk ke ranah musik. Setelah riset, ia menemukan keunggulan menarik. Gitar jadi lebih ringan, lebih fleksibel, dan bentuk tubuhnya bisa lebih beragam daripada kayu.

Aruma mempresentasikan sketsa gitar karuun di depan dosen pembimbing dan rekan perajin. Dari 100 desain awal, hanya satu yang berhasil diwujudkan. Foto: Dok. Aruma/ ITB.

Lengkungan yang ia desain bukan sekadar gaya. Itu hasil riset ergonomi supaya pemain gitar merasa lebih nyaman. Hasil uji akustik di laboratorium pun membuktikan suara gitar karuun lebih hangat dan mellow. “Menurut musisi, cocok buat folk atau musik mellow,” jelasnya.

Setahun Penuh Riset dan Sketsa

Proses kreatif ini bukan kerja semalam. Selama enam bulan pertama, Aruma meneliti detail kecil. Mulai dari gestur pemain, lekukan body, ketebalan material. Setelah itu, ia menggandeng musisi dan sound engineer untuk menguji kualitas suara.

Baca juga: Zagy Berian, Anak Muda RI yang Suaranya Didengar PBB Soal Iklim

Dari 100 sketsa, hanya satu desain final yang diwujudkan. Bagian paling sulit adalah membentuk body gitar. Untuk itu, Aruma bekerja sama dengan dua ahli masing-masing Krisandi, perajin karuun, dan Rikun, perajin gitar. Dukungan dosen pembimbing, Dr. Dwinita Larasati, juga jadi penyemangat utama.

Suara Baru, Prestasi Baru

Dua prototipe 1:1 berhasil ia ciptakan. Hasilnya? Suara gitar karuun lembut, mellow, dan punya karakter khas yang membedakannya dari gitar kayu. Inovasi ini mengantarkan Aruma meraih nilai A sekaligus predikat cumlaude.

Gitar karuun diuji di ruang akustik. Suara petikan rotan tak hanya nyaring, tapi juga membawa cerita tentang inovasi anak muda. Foto: Dok. Aruma/ ITB.

Namun, bagi Aruma, nilai bukanlah tujuan utama. “Ini personal. Aku suka gitar, jadi dikerjakan dengan hati. Walau berat, aku nggak merasa terbebani,” katanya.

Dari Studio Kampus ke Panggung Musik

Yang membuat karya ini makin menarik, gitar karuun tidak berhenti di ruang sidang akademik. Aruma sudah membawanya ke beberapa panggung musik.

Baca juga: ITB Perkenalkan Serum Anti-Aging Berbasis Cangkang Telur

Soal produksi massal, ia masih menahan diri. “Belum siap bersaing dengan gitar besar di pasaran. Tapi mungkin nanti bisa dicicil per komponen,” ujarnya.

Untuk saat ini, Aruma memilih fokus dulu pada karier musik selama beberapa tahun ke depan. Setelah itu, ia berencana kembali menekuni desain produk dan melanjutkan studi S2. “Banyak kesempatan musik yang sempat terlewat saat kuliah. Sekarang waktunya dimaksimalkan,” tutupnya. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *