Drone dan Batas Privasi, Siapa Mengintai dari Langit?

Kamera di udara tak selalu untuk kebaikan. Di banyak negara, kekhawatiran akan pengawasan massal melalui drone kian meningkat. Foto: Ilustrasi/ The Lazy Artist Gallery/ Pexels.

TAK semua yang terbang membawa manfaat. Di balik kecanggihan drone, tersimpan kekhawatiran soal privasi, keamanan, hingga ketimpangan akses. Teknologi ini bisa menjadi alat bantu kemanusiaan, tapi juga bisa menjadi ancaman—jika tak diatur dan diawasi dengan bijak.

Privasi yang Terancam dari Langit

Drone bisa terbang rendah dan diam-diam. Kamera yang dibawanya bisa merekam aktivitas seseorang dari ketinggian tanpa izin. Di banyak negara, pelanggaran privasi ini menjadi masalah serius.

Kasus penyalahgunaan kerap terjadi. Di Inggris, kepolisian mencatat lebih dari 300 insiden pengintaian menggunakan drone pada 2022. Di AS, beberapa negara bagian telah membuat regulasi ketat soal larangan penggunaan drone di atas properti pribadi.

Sayangnya, di Indonesia, regulasi soal privasi belum cukup kuat untuk menghadapi teknologi seperti drone. Ini membuka celah bagi penyalahgunaan di ruang publik maupun pribadi.

Dari Mainan ke Ancaman Keamanan

Tak sedikit kasus drone yang membahayakan keselamatan penerbangan. Tahun 2018, Bandara Gatwick di London lumpuh selama dua hari akibat drone misterius yang masuk ke area udara. Ribuan penumpang terdampak.

Drone juga bisa digunakan untuk aksi kriminal. Mengutip pemberitaan banyak media, beberapa kelompok teroris diketahui memodifikasi drone untuk membawa bahan peledak. Dalam konflik Suriah dan Ukraina, drone digunakan untuk serangan udara jarak dekat yang murah dan mematikan.

Tak semua drone membawa bantuan—sebagian membawa ancaman diam-diam. Di era digital, suara dengung bisa berarti pelanggaran yang tak terdengar. Foto: Ilustrasi/ The Lazy Artist Gallery/ Pexels.

Tanpa pengawasan ketat, teknologi ini bisa jatuh ke tangan yang salah. Ini bukan sekadar isu teknologi, tapi soal keamanan nasional.

Kesenjangan Akses Teknologi

Drone bukan alat murah. Akses terhadap teknologi ini masih didominasi oleh negara maju atau kelompok elit. Di negara berkembang, drone lebih sering jadi barang pameran daripada alat produksi.

Baca juga: Drone Mengudara, Dunia Berubah

Ketimpangan ini bisa memperparah jurang digital global. Negara atau perusahaan yang punya akses dan kendali atas drone bisa memonopoli data udara—dari peta pertanian, cadangan alam, hingga infrastruktur daerah terpencil.

Belum Ada Payung Regulasi Global

Hingga kini, belum ada kesepakatan internasional yang komprehensif soal tata kelola drone. Setiap negara punya aturan sendiri, dengan standar yang berbeda-beda.

Di Indonesia, pengoperasian drone diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 63 Tahun 2021. Namun implementasinya masih lemah, terutama untuk drone kecil dan pengguna individu. Edukasi publik juga minim.

Tanpa kerangka hukum dan etika yang kuat, potensi positif drone bisa tertutup oleh ancaman yang ditimbulkannya.

Perlu Tata Kelola, Bukan Larangan

Drone adalah alat. Ia bisa membantu, bisa juga menyulitkan. Yang menentukan adalah bagaimana ia digunakan dan diatur.

Pemerintah perlu mengejar ketertinggalan regulasi. Publik harus diberi literasi teknologi. Dunia pendidikan dan industri pun harus ikut dalam menyusun etika penggunaan drone.

Tanpa itu semua, suara dengung drone bisa berubah jadi alarm bahaya yang datang dari langit. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *