Gelombang Baru Lapangan Kerja, AI Justru Butuh Tukang Bukan Programmer

Dua pekerja merakit komponen mesin di bengkel teknis. Keterampilan manual seperti ini kini menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur kecerdasan buatan. Foto: Mikhail Nilov/ Pexels.

KETIKA banyak orang takut kehilangan pekerjaan karena kecerdasan buatan (AI), bos Nvidia Jensen Huang justru melihat peluang di tempat yang tak banyak disangka, dunia keterampilan manual.

Dalam wawancara dengan Channel 4 News di Inggris, Huang menegaskan bahwa masa depan AI bukan hanya soal kode dan algoritma, tapi juga tentang tangan-tangan yang membangun mesin, server, dan pusat data tempat kecerdasan itu hidup.

“Kalau Anda tukang listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, bersiaplah. Dunia akan butuh ratusan ribu orang seperti Anda,” ujarnya.

Huang menilai, proyek pembangunan data center yang menopang ekosistem AI akan menciptakan lapangan kerja besar di sektor konstruksi dan teknis. Bukan pekerjaan sekali jadi, tapi investasi jangka panjang. “Kebutuhannya akan terus berlipat ganda setiap tahun,” katanya.

Baca juga: AI Bisa Gantikan Dokter, tapi Menyerah pada Perawat dan Tukang Ledeng

Menurut laporan McKinsey, belanja modal global untuk data center bisa menembus 7 triliun dolar AS pada 2030. Nvidia sendiri baru mengumumkan investasi 100 miliar dolar AS untuk memperluas jaringan infrastruktur chip AI-nya.

Satu data center berukuran dua hektar lebih bisa menyerap hingga 1.500 pekerja konstruksi, dengan penghasilan banyak di antaranya mencapai Rp1,6 miliar per tahun, tanpa gelar sarjana. Setelah beroperasi, memang hanya sekitar 50 orang yang dibutuhkan untuk pemeliharaan. Tapi dampak ekonominya jauh lebih luas: dari penyedia logistik, katering, hingga perumahan di sekitar lokasi.

Vokasi Jadi Seksi Lagi

Bagi Huang, tren ini adalah alarm bagi generasi muda. “Kalau saya berusia 20 tahun lagi, mungkin saya akan memilih ilmu fisik ketimbang software,” ujarnya.

Baca juga: Pengacara Didenda Rp166 Juta Gara-gara Kutip Kasus Fiktif dari ChatGPT

Di balik layar kecerdasan buatan, ada tangan manusia yang memastikan setiap mesin tetap hidup dan berpikir. Foto: Ist.

Yang dimaksudnya bukan ilmu fisika murni, melainkan bidang seperti teknik elektro, mesin, dan keterampilan teknis lainnya, fondasi dari revolusi AI itu sendiri.

Pandangan ini sejalan dengan CEO BlackRock Larry Fink, yang memperingatkan bahwa Amerika Serikat bisa kekurangan tukang listrik. Bahkan CEO Ford Jim Farley mengaku ragu ambisi pemerintah untuk memindahkan rantai pasok industri bisa terwujud tanpa tenaga kerja terampil yang cukup.

Baca juga: AI Bikin Cemas Penciptanya Sendiri, Ribuan Pekerja Bisa Tersingkir

Pemerintah AS kini memperluas program pendidikan vokasi untuk mengantisipasi kebutuhan besar di sektor ini.

Dari Kantor ke Lapangan

Data dari Yale Budget Lab menunjukkan belum ada disrupsi besar di pasar kerja akibat AI dalam tiga tahun terakhir. Namun, pola pergeseran mulai jelas. Pekerjaan kantoran yang rutin kian berisiko tergantikan, sementara pekerjaan lapangan justru tumbuh pesat.

Paradoksnya, teknologi yang lahir dari ruang digital kini menciptakan ekonomi baru di dunia nyata, yang memerlukan lebih banyak teknisi daripada programer. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *