GPT-4o Comeback, Drama Setia atau Pindah Hati?

Foto: Ilustrasi/ Sanket Mishra/ Pexels.

OPENAI baru saja mendapat pelajaran mahal. Dalam dunia AI, kecepatan dan kecerdasan saja tidak cukup. Kepribadian, atau setidaknya persepsi tentangnya, bisa menentukan loyalitas pengguna.

Peluncuran GPT-5 awalnya disambut penuh harapan. Janjinya jelas. Lebih cepat, lebih pintar, lebih aman, dan minim halusinasi. Namun, sehari setelah menjadi model default di ChatGPT, gelombang keluhan membanjiri forum. Banyak yang merasa GPT-5 kaku, dingin, dan kehilangan sentuhan personal yang dimiliki GPT-4o.

Dari Teknologi ke Emosi

Keluhan pengguna tidak hanya bersifat teknis. Di Reddit, GPT-4o digambarkan sebagai “teman” atau “tempat aman”. Di komunitas r/MyBoyfriendIsAI, penghapusan GPT-4o bahkan dianalogikan seperti kehilangan pasangan. Beberapa pengguna mengaku enggan berbicara dengan GPT-5 karena merasa seperti “berselingkuh”.

Baca juga: OpenAI ‘Putar Arah’, GPT-4o Kembali Setelah GPT-5 Dikeluhkan Kaku

Fenomena ini menunjukkan bagaimana AI generatif telah melampaui fungsi awalnya sebagai alat. Ia membentuk keterikatan emosional, dan ketika karakter itu diubah, pengguna merasakan kehilangan yang nyata.

Mengapa GPT-5 Terasa Kaku?

OpenAI mengakui, perubahan ini disengaja. GPT-5 dirancang lebih halus, minim emoji, dan tidak “terlalu menjilat”. Alasannya, respons ramah di GPT-4o adalah efek samping pembaruan tak terencana. GPT-5 diposisikan sebagai “teman cerdas bergelar PhD” yang fokus pada akurasi, bukan kehangatan.

Baca juga: AI GPT-5 Buka Era Baru Pembuatan Aplikasi Tanpa Coding Manual

Masalahnya, definisi “tepat” bagi pengembang belum tentu sama dengan yang diharapkan pengguna. Kepribadian AI yang dianggap mengganggu oleh sebagian pihak, justru menjadi daya tarik utama bagi kelompok lain.

Tekanan Publik dan Uji Keseimbangan

Desakan publik membuat CEO Sam Altman mengembalikan GPT-4o untuk pengguna Plus, setidaknya sementara. Tekanan ini bahkan melahirkan petisi online, dengan ribuan tanda tangan hanya dalam sehari.

Kasus ini menjadi studi penting bagi industri AI. Mengubah perilaku model berarti mengubah pengalaman pengguna. Dan pengalaman itu, ternyata, tak hanya diukur dari akurasi data, tapi juga rasa nyaman yang diberikan.

Ke depan, tantangan OpenAI dan perusahaan AI lain adalah menemukan keseimbangan antara kecerdasan teknis dan sentuhan manusiawi. Karena di era AI, loyalitas bukan hanya soal “siapa yang paling pintar”, tapi “siapa yang paling mengerti.” ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *