Ketika Arbitrase Mengubur Keadilan, Skandal di Balik American Apparel

American Apparel pernah menjadi salah satu pengecer pakaian terbesar di AS. Namun di balik ekspansi besar-besaran dan citra progresif, perusahaan ini terseret kasus hukum serius terkait pelecehan dan budaya kerja toksik. Foto: Netflix / Trainwreck: The Cult of American Apparel.

AMERICAN Apparel pernah menjadi wajah dari industri fesyen progresif di Amerika Serikat. Tapi, di balik kilau kampanye “Made in USA” dan citra anti-sweatshop, terbentang kisah hukum yang kelam. Dokumenter terbaru Netflix, Trainwreck: The Cult of American Apparel, membuka tabir sisi gelap ini dan menyeret kembali nama sang pendiri, Dov Charney, ke pusaran kontroversi.

Tuduhan Berat, tapi Tak Pernah Dihukum

Dov Charney menghadapi banyak tuduhan serius sejak awal 2000-an. Mulai dari pelecehan seksual, eksploitasi staf perempuan, hingga penciptaan lingkungan kerja yang dianggap diskriminatif dan merendahkan martabat. Namun, hingga ia dipecat pada 2014, Charney tidak pernah dinyatakan bersalah secara hukum.

Sebagian besar kasus diselesaikan melalui arbitrase tertutup, mekanisme yang memungkinkan penyelesaian konflik di luar pengadilan. Dalam sistem hukum AS, jalur ini sering digunakan oleh perusahaan besar untuk menghindari proses sidang terbuka. Bagi para korban, ini berarti terbatasnya akses terhadap keadilan publik.

Baca juga: ‘Trainwreck’, Fakta Mengejutkan di Balik Jatuhnya American Apparel

Netflix menampilkan kesaksian mantan staf yang mengaku hidup dalam ketakutan dan tekanan. Salah satu dari mereka berkata, “Saya akan berada di terapi seumur hidup.” Kesaksian seperti ini menyoroti celah hukum yang kerap tidak mampu melindungi pekerja dari kekerasan non-fisik di tempat kerja.

Kultus Korporasi dan Tanggung Jawab Hukum

Film dokumenter ini juga memaparkan bagaimana American Apparel, di bawah kendali Charney, membangun budaya kerja bergaya “kultus”. Budaya di mana loyalitas pribadi pada CEO dianggap lebih penting daripada aturan perusahaan atau batas profesional.

Cuplikan trailer dokumenter “Trainwreck: The Cult of American Apparel”. Di balik iklan provokatif dan citra idealis, terungkap sisi gelap yang membayangi kejayaan brand fesyen ini.
Sumber: Youtube/ Netflix.

Ini memunculkan pertanyaan mendasar, apakah hukum ketenagakerjaan di AS cukup kuat mengatur penyalahgunaan kekuasaan dalam organisasi korporasi? Beberapa pengamat menilai lemahnya perlindungan terhadap pekerja, terutama dalam perusahaan dengan figur dominan, memungkinkan praktik seperti ini bertahan bertahun-tahun.

Baca juga: ‘Air Cocaine’, Bagaimana Dua Pilot Prancis Lolos dari Jerat Hukum Internasional

Pemecatan Charney pada 2014 oleh dewan direksi American Apparel didasarkan pada hasil audit internal, bukan vonis hukum. Namun, meski dicopot, ia tetap menyangkal semua tuduhan, dan sampai kini masih aktif dalam bisnis fesyen lewat brand barunya.

Pelajaran untuk Industri dan Regulasi Global

Kasus American Apparel menjadi peringatan keras bagi industri fesyen dan juga sistem hukum yang mengaturnya. Di era ketika narasi “etis dan transparan” menjadi jualan utama, konsumen dan regulator perlu lebih waspada.

Baca juga: Perampok Berkelit Jadi Pencuri: Pelajaran Hukum dari The Diamond Heist

Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya yang menjadi pusat produksi tekstil global, dokumenter ini menawarkan refleksi penting. Bagaimana mendorong reformasi hukum ketenagakerjaan agar tidak hanya fokus pada upah minimum, tapi juga pada perlindungan psikologis dan etika kerja?

Karena pada akhirnya, fesyen bukan sekadar estetika tapi juga ruang kerja, ruang hidup, dan seharusnya, ruang keadilan. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *