Laut Jawa Kian Sepi Ikan, Alarm Serius bagi Nelayan dan Lingkungan

Deretan perahu nelayan di pesisir Pengandaran, Jawa Barat. Penurunan stok ikan akibat kerusakan terumbu karang, hilangnya mangrove, dan pencemaran laut kini menjadi ancaman serius bagi ekosistem dan mata pencaharian nelayan. Foto: Ilustrasi/ Al Fariz/ Pexels.

Stok ikan di Laut Jawa anjlok akibat kerusakan terumbu karang, hilangnya mangrove, dan pencemaran. Pakar IPB menyerukan aksi kolektif memulihkan ekosistem.

___________________

LAUT Jawa sedang tidak baik-baik saja. Prof. Yonvitner, pakar kelautan dari IPB University, mengingatkan bahwa stok ikan di kawasan ini turun drastis. Bukan hanya soal jumlah, tetapi juga kualitas ekosistem laut yang kian memburuk.

Menurutnya, Laut Jawa termasuk area yang mengalami tekanan tinggi. Mulai dari penurunan tanah di pesisir, kualitas air yang merosot terutama di Teluk Jakarta, pencemaran plastik, hingga kekeruhan perairan. Semua faktor itu memperburuk habitat laut yang seharusnya jadi rumah aman bagi ikan. Ditambah lagi, aktivitas penangkapan ikan yang intensif membuat situasi semakin sulit.

Terumbu Karang dan Mangrove Tergerus

Hasil riset Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University menunjukkan, tutupan terumbu karang di Laut Jawa hanya tersisa sekitar 25 persen. Itu sudah masuk kategori buruk. Dampaknya jelas, semakin sedikit ikan yang mau tinggal.

Baca juga: Bioplastik Super Cepat, Terurai 15 Kali Lebih Singkat di Lautan

Tidak berhenti di situ. Mangrove yang seharusnya menjadi benteng alami juga kehilangan daya dukungnya. Padahal, ekosistem ini punya peran vital sebagai tempat berkembang biak berbagai spesies laut.

Baca juga: Mangrove, Penjaga Pesisir yang Kian Terancam

Kondisi tersebut sejalan dengan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menyoroti kerusakan terumbu, hilangnya mangrove, dan maraknya sampah laut sebagai penyebab utama turunnya hasil tangkapan nelayan.

Hasil tangkapan nelayan di pesisir Jawa. Menurunnya stok ikan akibat kerusakan ekosistem laut membuat jumlah tangkapan kian berkurang, berdampak pada pendapatan nelayan. Foto: Pexels.
Tantangan untuk Nelayan

Krisis ini langsung dirasakan nelayan. Untuk mendapatkan tangkapan yang layak, mereka harus melaut lebih jauh dengan biaya lebih besar. Namun, hasilnya tidak sebanding. Jika situasi ini terus berlanjut, bukan hanya penghidupan nelayan yang terancam, melainkan juga ketahanan pangan masyarakat Indonesia yang bergantung pada protein ikan.

Baca juga: Putusan MA: Ekspor Pasir Laut Langgar Prinsip Keberlanjutan

Meski kondisinya berat, bukan berarti tidak ada harapan. Prof. Yonvitner menekankan pentingnya langkah strategis yang berkelanjutan. Pemulihan ekosistem laut, pengelolaan pesisir yang tepat, serta pengurangan pencemaran, baik cair maupun padat, adalah kunci.

Sejak 2013, PKSPL IPB University telah menjalankan sejumlah program rehabilitasi. Transplantasi terumbu karang di Pulau Seribu, penanaman mangrove di Karawang, hingga kajian kerentanan pesisir di Pekalongan dan Jawa Tengah menjadi beberapa contohnya. Semua itu membuktikan bahwa pemulihan mungkin dilakukan asalkan ada kolaborasi lintas pihak.

Baca juga: Laut Kian Gelap, Dampak Iklim yang Luput dari Pandangan

Prof. Yonvitner menutup dengan ajakan yang tegas, pemulihan Laut Jawa harus menjadi komitmen bersama. Ekosistem laut bukan hanya soal ikan, tetapi juga soal keberlanjutan hidup jutaan orang. Jika ingin masa depan yang lebih baik, maka langkah nyata harus dimulai hari ini. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *