Pasar Karbon Dunia Naik Kelas, Indonesia Siap Ikut Main?

Ilustrasi fasilitas penangkapan karbon berbasis teknologi (CDR) dengan desain futuristik. Standar baru dari Dewan Integritas Pasar Karbon global membuka babak baru bagi pasar karbon dunia. Foto: Ist.

PASAR karbon dunia bergerak ke level yang lebih tinggi. Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM) baru saja menyetujui enam metodologi penghilangan karbon berbasis teknologi, atau engineered carbon removal (CDR).

“Baik pengurangan maupun penghilangan emisi sama-sama penting untuk aksi iklim yang efektif,” kata Ketua ICVCM, Annette Nazareth. “Standar baru ini memberi peluang bagi pembeli untuk memperluas portofolio kredit karbon mereka dengan proyek berintegritas tinggi,” tambahnya seperti dikutip ESG News.

Langkah ini bukan hanya soal kebijakan global. Bagi Indonesia, yang sedang membangun pasar karbon nasional, keputusan ini adalah sinyal bahwa standar internasional semakin ketat, dan proyek di Tanah Air harus siap ikut permainan kelas dunia.

Tren Baru, Removals Karbon

Selama ini, proyek penghilangan karbon berbasis teknologi hanya menyumbang kurang dari 1% kredit karbon yang beredar di pasar sukarela. Tapi ke depan, para analis memperkirakan lonjakan besar. Banyak perusahaan global berburu cara menurunkan emisi yang lebih tahan lama, bukan sekadar mengurangi emisi.

Baca juga: Eropa Ringankan Aturan Karbon, UKM Dapat Angin Segar

Teknologi yang kini diakui ICVCM meliputi penangkapan karbon langsung dari udara (direct air capture), penyimpanan biomassa, hingga penyimpanan bio-oil di bawah tanah.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

ICVCM memberikan label Core Carbon Principles (CCP) untuk memastikan hanya kredit dari proyek yang benar-benar berdampak iklim yang bisa masuk pasar. Hingga kini, sekitar 30.000 kredit telah diterbitkan di bawah standar baru itu. Namun, potensi ke depan mencapai jutaan kredit setiap tahun.

Implikasi bagi Indonesia

Indonesia punya peluang besar dalam dua sisi sekaligus. Kekayaan hutan tropis, lahan kritis, dan ekosistem pesisir yang luas membuka jalan bagi proyek berbasis alam seperti reforestasi. Di sisi lain, dorongan hilirisasi bioenergi dan ekosistem industri hijau membuka ruang bagi teknologi CDR.

Baca juga: 17 Pusat Karbon Biru, Ambisi Besar Tantangan Lebih Besar?

Namun peluang ini hanya bisa diraih jika aturan main di dalam negeri selaras dengan standar global. Kerangka pasar karbon Indonesia harus menjamin keandalan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV), termasuk aturan tentang penyimpanan karbon jangka panjang dan risiko kebocoran.

Saatnya Naik Kelas

Dengan standar baru ini, pasar karbon bukan lagi arena yang sekadar menghitung pohon atau menukar kredit murah. Dunia bergerak ke arah proyek dengan dampak nyata, berbasis sains, dan terukur secara ketat.

Baca juga: Rp 500 Triliun dari Pengemplang Pajak dan Pasar Karbon

Indonesia kini dihadapkan pada pilihan: tetap nyaman menjadi pemasok kredit karbon berbiaya rendah, atau berinvestasi untuk naik kelas dengan mengadopsi teknologi dan tata kelola yang memenuhi standar global. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *