Bahaya Hukum Mengintai, Tahanan Bisa Bebas Massal Mulai 2026

Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej (kanan) berjabat tangan dengan pimpinan Panja Baleg DPR RI usai rapat Prolegnas 2025–2026 di Senayan, Jakarta. Dalam rapat itu, pemerintah menegaskan revisi KUHAP harus selesai tahun ini demi mencegah tahanan bebas massal pada 2026. Foto: TVP.

JAKARTA, mulamula.id Pemerintah mengingatkan risiko besar jika revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak segera dirampungkan. Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menegaskan, ribuan tahanan di kepolisian dan kejaksaan berpotensi bebas karena dasar hukum penahanan kehilangan legitimasi.

Dalam rapat Panja Badan Legislasi DPR membahas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026, pemerintah mendesak agar RUU KUHAP, RUU Penyesuaian Pidana, serta RUU Pelaksanaan Pidana Mati selesai tahun ini. Dorongan ini menyusul rencana berlakunya KUHP baru pada 2 Januari 2026.

“Kalau KUHAP itu tidak disahkan, semua tahanan di kepolisian dan kejaksaan bisa dibebaskan,” kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (18/9/2025).

Baca juga: Terobosan di RUU KUHAP: Jika Pelaku Tak Bisa Ganti Rugi, Negara yang Bayar

Menurutnya, syarat objektif penahanan masih merujuk pada KUHP lama. Jika KUHP lama otomatis dicabut pada 2026, maka aparat penegak hukum kehilangan dasar hukum untuk melakukan upaya paksa.

Legitimasi Dipertaruhkan

Situasi ini membuat revisi KUHAP menjadi prioritas mutlak. Tanpa kepastian hukum, aparat bisa lumpuh dan sistem peradilan pidana menghadapi risiko krisis kepercayaan publik. “2 Januari 2026, KUHP yang lama sudah tidak berlaku. Maka aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi,” tegas Eddy.

Pemerintah berharap DPR bergerak cepat. Jika tidak, Indonesia akan menghadapi kondisi darurat hukum, di mana proses penahanan bisa dianggap cacat legalitas.

Baca juga: Saksi Mahkota dalam RUU KUHAP, Solusi Cepat yang Bisa Cemari Keadilan

Pakar hukum mengingatkan bahwa revisi KUHAP bukan sekadar formalitas. DPR dan pemerintah harus menelaah pasal demi pasal agar tidak hanya menutup celah hukum, tapi juga memperkuat perlindungan hak asasi manusia. Proses cepat tanpa kajian mendalam justru bisa melahirkan persoalan baru dalam penegakan hukum. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *