
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan pembaruan besar untuk memperkuat arah pembiayaan hijau di Indonesia. Dua instrumen utama yang sedang digodok adalah Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi 3 dan revisi POJK 51/2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan.
Langkah ini bakal jadi fondasi penting menuju ekonomi rendah karbon, sekaligus sinyal bahwa sektor keuangan akan memainkan peran lebih besar dalam mendanai masa depan yang ramah lingkungan.
Taksonomi Hijau Versi 3, Uang yang Paham Arah
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menjelaskan bahwa TKBI versi terbaru kini sedang dalam tahap konsultasi publik hingga 21 November 2025.
Versi ini memperluas daftar sektor yang termasuk kategori berkelanjutan: dari energi, pertanian, kehutanan, perikanan, hingga teknologi informasi dan komunikasi.
Baca juga: UN ESCAP: Tanpa Transisi Hijau, SDGs Asia-Pasifik Bisa Ambyar
“Taksonomi memberi kerangka jelas bagi investor dan sektor keuangan dalam memilih portofolio pembiayaan yang berdampak positif terhadap dekarbonisasi dan mencegah greenwashing,” ujar Mirza dalam acara Synergizing Energy, Finance & Agribusiness for a Greener Future di Tangerang Selatan (31/10).
Dengan panduan ini, dunia perbankan dan investasi diharapkan bisa lebih selektif. Tidak sekadar mendanai proyek yang terlihat hijau, tapi benar-benar memberi dampak nyata bagi lingkungan.
Mengukur Risiko Iklim di Dunia Keuangan
Tak hanya soal taksonomi, OJK juga memperkenalkan kerangka baru bernama Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS).
Kerangka ini akan membantu bank dan lembaga keuangan mengukur seberapa siap mereka menghadapi risiko perubahan iklim. Mulai dari kebijakan internal, strategi, hingga pengambilan keputusan bisnis.

Nantinya, setiap bank wajib menjalankan climate stress test, semacam simulasi untuk melihat dampak perubahan iklim terhadap portofolio mereka.
Baca juga: 200 Juta Pekerjaan Hijau Menanti Asia Meski Kesenjangan Membayangi
Selain itu, OJK juga mendorong penyusunan transition plan agar perbankan bisa beralih secara bertahap menuju portofolio rendah karbon.
“Integrasi risiko iklim ke dalam strategi bisnis bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan,” kata Mirza menegaskan.
Mulai 2027, Aturan Baru Berlaku Bertahap
OJK menargetkan revisi POJK 51/2017 tuntas pada 2026 dan akan mulai berlaku bertahap mulai 2027.
Aturan baru ini akan menyesuaikan dengan standar global seperti IFRS Sustainability Standards (S1 dan S2) serta komitmen Indonesia dalam Paris Agreement.
Baca juga: Keuangan Hijau Qatar Melaju, Indonesia di Persimpangan
Artinya, mulai dua tahun lagi, pembiayaan hijau di Indonesia tak cuma jargon, tapi menjadi bagian dari sistem keuangan nasional.
Langkah ini mempertegas arah baru bahwa uang kini tak lagi sekadar soal laba, tapi juga masa depan bumi. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.