Saat Negara Kaya Kendur, Negara Miskin Kewalahan Hadapi Iklim

Seorang anak berdiri di antara tanah retak dan genangan air, simbol rapuhnya masa depan generasi muda di tengah krisis iklim global. Foto: Ilustrasi/ AI-generated/ MulaMula.

KRISIS iklim tidak mengenal batas negara. Tapi ketika bencana datang, yang paling dulu terpukul justru mereka yang paling sedikit berkontribusi pada emisi. Negara-negara berkembang kini berada di garis depan perlawanan terhadap panas ekstrem, banjir, dan kekeringan, sementara komitmen negara kaya justru makin kendur.

Laporan terbaru UN Environment Programme (UNEP) mengungkap bahwa pada 2023, negara-negara maju hanya menyalurkan 26 miliar dolar AS dana publik untuk adaptasi iklim. Angka itu turun 2 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya.

12 Kali Lebih Besar

Dana tersebut seharusnya digunakan negara berkembang untuk bertahan menghadapi dampak perubahan iklim. Dari membangun tanggul laut hingga memperkuat sistem irigasi tahan kekeringan.

Baca juga: Dana Iklim Global Lari ke Asia Pasifik, Kok Bisa?

Padahal, kebutuhan global kian besar. Menurut Adaptation Gap Report 2025, negara-negara berkembang akan memerlukan 310 hingga 365 miliar dolar AS per tahun pada 2035 untuk menghadapi dampak iklim. Artinya, dunia butuh pendanaan 12 kali lebih besar dari yang ada sekarang.

“Adaptasi bukan sekadar biaya, melainkan jalur kehidupan,” kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Ia mengingatkan bahwa menutup kesenjangan adaptasi berarti melindungi nyawa dan menegakkan keadilan iklim.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Investasi swasta pun masih minim, hanya sekitar 5 miliar dolar AS per tahun. UNEP memperkirakan angka ini seharusnya bisa meningkat sepuluh kali lipat hingga 2035, jika ada mekanisme pembiayaan yang lebih inovatif dan tidak membebani utang negara-negara rentan.

Baca juga: Ironi Iklim Negara Pulau Kecil, 1 Persen Emisi 100 Persen Risiko

Janji Tinggal Janji

Di atas kertas, janji peningkatan dana sudah ada. Pada COP26 di Glasgow (2021), negara kaya berkomitmen menaikkan pendanaan adaptasi menjadi 40 miliar dolar AS pada 2025. T

Tahun lalu di COP29 di Baku, target itu kembali direvisi menjadi 300 miliar dolar AS per tahun pada 2035. Namun realitas di lapangan berbicara lain, janji masih jauh dari terpenuhi.

Baca juga: COP30, Perjuangan Negara Berkembang untuk Keadilan Iklim

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, kesenjangan ini berarti banyak proyek adaptasi bisa terhambat. Dari program ketahanan pesisir hingga pertanian tahan iklim.

Dunia mungkin sudah sepakat bahwa krisis iklim adalah tanggung jawab bersama. Tapi sejauh ini, yang “bersama” baru sebatas kata, belum tindakan. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *