
SEBANYAK 92 persen pekerja pengetahuan (knowledge workers) di Indonesia menggunakan AI generatif dalam pekerjaan sehari-hari mereka. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 75 persen dan Asia Pasifik sebesar 83 persen.
Temuan ini berasal dari laporan tahunan Work Trend Index 2024 yang dirilis oleh raksasa teknologi Microsoft dan platform jejaring profesional LinkedIn.
Laporan yang berjudul “AI at Work is Here, Now Comes the Hard Part” ini mengkaji penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia kerja. Survei dilakukan terhadap 31.000 orang di 31 negara, termasuk Indonesia, serta menganalisis tren ketenagakerjaan dan produktivitas dari software Microsoft 365.
Kreativitas dan Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Menurut President Direktur Microsoft Indonesia, Dharma Simorangkir, tingginya adopsi AI di Indonesia membuktikan level kreativitas dan rasa ingin tahu yang dimiliki talenta-talenta di Indonesia sangat tinggi. “Angka ini secara global paling tinggi, di seluruh dunia yang menjadi nomor satu adalah Indonesia,” ujar Dharma. Ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk merealisasikan peluang ekonomi digital dan menciptakan dampak positif bagi masyarakat luas.
Dukungan dan Tantangan dalam Adopsi AI
Sebanyak 92 persen pemimpin di Indonesia mengakui pentingnya adopsi AI untuk menjaga keunggulan kompetitif perusahaan mereka. Namun, 48 persen di antaranya khawatir bahwa organisasi mereka belum memiliki rencana dan visi yang jelas untuk menerapkan AI. Angka ini lebih rendah daripada kekhawatiran global sebesar 60 persen dan Asia Pasifik sebesar 61 persen.
Inisiatif Mandiri Karyawan
Menariknya, 76 persen karyawan di Indonesia berinisiatif membawa perangkat atau solusi AI mereka sendiri ke tempat kerja, seperti Microsoft Copilot atau ChatGPT. Hal ini paling banyak dilakukan oleh Gen Z (85 persen), diikuti milenial (78 persen), Gen X (76 persen), dan Boomers (73 persen). Namun, fenomena “bring your own AI” ini berpotensi membawa risiko terhadap data sensitif perusahaan.
Strategi Pemimpin Perusahaan
Dharma Simorangkir menekankan pentingnya tiga strategi utama bagi pemimpin perusahaan dalam menerapkan AI:
- Mengidentifikasi masalah bisnis dan mengintegrasikan AI dalam solusinya.
- Mengambil pendekatan top-down dan bottom-up untuk mengoptimalkan penggunaan AI di semua tingkat perusahaan.
- Memprioritaskan pelatihan keterampilan AI bagi setiap individu di perusahaan.

Peluang Karier dan Standar Baru
Sebanyak 69 persen pemimpin di Indonesia kini enggan merekrut seseorang tanpa keterampilan AI. Lebih dari itu, 76 persen lebih memilih kandidat dengan pengalaman kerja yang lebih sedikit namun ahli dalam menggunakan AI, dibandingkan dengan kandidat berpengalaman tanpa kemampuan AI. Hal ini menekankan pentingnya profesional untuk terus meningkatkan kemampuan AI melalui pelatihan.
Baca juga: Mengenal Metaverse: Fenomena Baru dalam Ekonomi Digital
Secara global, ada peningkatan 142 kali dalam keanggotaan LinkedIn yang menambahkan keterampilan AI ke profil mereka, serta peningkatan 160 persen dalam karyawan non-teknis yang menggunakan kursus LinkedIn Learning untuk mempelajari AI lebih dalam.
Fenomena AI Power User
Laporan juga mengidentifikasi adanya kategori pengguna AI yang disebut “power user”. Di Indonesia, 93 persen power user menggunakan AI untuk memulai hari kerja mereka dan 94 persen menggunakannya untuk mempersiapkan hari berikutnya.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan global yang masing-masing 85 persen dan 88 persen. Selain itu, 73 persen power user di Indonesia cenderung lebih tertarik untuk bereksperimen dengan AI, menunjukkan keinginan besar untuk terus berkembang dan berinovasi.
Indonesia berada di garis depan dalam adopsi AI di dunia kerja, dengan pekerja yang antusias dan pemimpin yang proaktif. Ini membuka peluang besar bagi peningkatan produktivitas dan inovasi di berbagai sektor.
Dengan strategi yang tepat dan fokus pada pelatihan keterampilan AI, Indonesia siap meraih potensi penuh dari revolusi digital ini. ***