Amnesti dan Abolisi, Apa Bedanya dan Mengapa Prabowo Memberikannya?

Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, dua nama yang menjadi penerima kebijakan hukum dari Presiden Prabowo dalam bentuk abolisi dan amnesti. Foto: Ist.

DUA nama politisi muncul bersamaan dalam pengumuman resmi dari gedung parlemen, Kamis (31/7). Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP. Dan Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan era Jokowi.

Keduanya sedang terjerat kasus korupsi. Keduanya juga sedang berada di tengah proses hukum. Satu belum menentukan sikap atas vonis, satu lagi sedang banding.

Namun yang mengejutkan publik bukan soal proses hukumnya, melainkan apa yang diputuskan Presiden Prabowo Subianto terhadap mereka, amnesti untuk Hasto, dan abolisi untuk Tom Lembong.

Dua istilah ini tiba-tiba jadi perbincangan hangat. Dua istilah yang terdengar formal, konstitusional, tapi nyatanya tidak semua publik memahami artinya.

Apa itu Amnesti dan Abolisi?

Secara singkat, amnesti adalah tindakan menghapus akibat hukum pidana terhadap seseorang. Seseorang yang diberi amnesti dianggap tak lagi menanggung beban pidana yang pernah dijatuhkan kepadanya. Baik itu hukuman penjara, denda, atau sanksi hukum lainnya. Secara hukum, seolah-olah pidananya “diampuni” oleh negara.

Abolisi, di sisi lain, berarti menghentikan proses hukum yang masih berjalan. Orang yang menerima abolisi tidak lagi diproses lebih jauh oleh aparat hukum. Ia tidak dibebaskan karena menang, tapi karena proses hukumnya dihentikan demi alasan tertentu, biasanya politik atau kepentingan nasional.

Keduanya adalah hak konstitusional Presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Tapi berbeda dengan grasi, yang sifatnya personal dan hanya diberikan kepada narapidana yang sudah divonis tetap, amnesti dan abolisi menyentuh wilayah yang lebih luas. Biasanya menyangkut kasus politis atau situasi luar biasa.

Mengapa Prabowo Memberikannya?

Presiden Prabowo mengusulkan pemberian amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom, lalu disetujui oleh DPR. Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954, yang menyebut bahwa Presiden, demi kepentingan negara, bisa memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang melakukan tindak pidana.

Namun, tak semua sepakat tentang timing dan konteksnya.

Baca juga: 2 Kejutan Politik dari Istana: Amnesti untuk Hasto, Abolisi bagi Tom Lembong

Hasto, dalam kasusnya, divonis 3,5 tahun penjara karena dianggap menghalangi proses hukum KPK atas buron Harun Masiku. Tapi, baik dirinya maupun KPK belum mengajukan banding. Status hukumnya belum inkrah.

Tom Lembong, dalam kasus impor gula, divonis 4,5 tahun penjara dan kini sedang mengajukan banding. Prosesnya masih berjalan.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah) didampingi Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Mensesneg Prasetyo Hadi serta sejumlah anggota Komisi III DPR saat menyampaikan persetujuan atas pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo, di Gedung DPR RI, Kamis (31/7/2025). Foto: Instagram/ @sekretariat.kabinet.
Apakah Boleh Diberikan Saat Proses Hukum Belum Selesai?

Menurut Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, jawabannya boleh. “Itu hak prerogatif Presiden. Konstitusi memperbolehkan. Apalagi kalau Presiden menilai kasusnya bermuatan politis,” ujarnya.

Sementara Gandjar Bonaprapta dari Universitas Indonesia mengingatkan perbedaan penting: amnesti biasanya diberikan setelah ada vonis yang inkrah, bukan saat masih bisa dibantah lewat banding.

“Kalau abolisi, oke. Masih masuk akal diberikan saat proses masih berjalan. Tapi, amnesti idealnya setelah ada kepastian hukum,” tegas Gandjar.

Simbol Politik atau Rekonsiliasi?

Keputusan Prabowo ini tentu bukan cuma soal hukum. Ini juga soal tafsir politik. Mengampuni dua tokoh dari dua latar belakang, satu kader utama partai penguasa sebelumnya, satu lagi teknokrat reformis di era Jokowi, adalah sinyal besar.

Bisa dibaca sebagai langkah rekonsiliasi. Bisa juga dibaca sebagai manuver politik menjelang tahun-tahun awal masa kepemimpinan. Bisa pula menjadi cermin bahwa hukum dan kekuasaan masih berjalan berdampingan di jalur yang rumit.

Yang jelas, amnesti dan abolisi bukan sekadar dua istilah hukum. Keduanya adalah simbol bagaimana negara memperlakukan hukum dalam konteks kepentingan yang lebih luas.

Dan publik, yang tak selalu tahu makna keduanya, berhak memahami bahwa dalam negara hukum, kekuasaan pun tunduk pada tata aturan, meskipun kadang tafsirnya bisa sangat lentur. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *