Krisis Pengawas Tambang: Alam Rusak, Siapa yang Jaga?

Aktivitas tambang terbuka di Indonesia, masih meninggalkan persoalan lingkungan serius, mulai dari kerusakan ekosistem hingga pencemaran air dan udara. Foto: Ilustrasi/ Veliq Andika/ Pexels.

INDONESIA sedang menambang krisis. Bukan cuma batu bara atau mineral, tapi krisis pengawasan lingkungan.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan, negara hanya punya sekitar 3.000 pengawas lingkungan untuk mengawasi ribuan tambang di seluruh Indonesia. Jumlah yang jelas tak sebanding dengan luas wilayah dan skala kerusakan yang terus terjadi.

“Seluruh aktivitas penambangan sumber daya alam benar-benar harus mendapat pengawalan kembali,” ujarnya dalam Forum Rektor di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025). Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya keluhan soal pencemaran air, udara, dan rusaknya ekosistem di sekitar area tambang.

Lubang Tambang, Lubang Pengawasan

Masalahnya bukan cuma di bawah tanah. Di permukaan, kualitas udara di kota besar seperti Jakarta juga terus menurun. KLH mencatat, 48 persen sungai di Indonesia kini berada dalam kondisi tercemar berat.
Dari 13 sungai di Jakarta, sebagian besar sudah masuk kategori “sedang hingga sangat tercemar”.

Baca juga: Tambang Ilegal Mengintai IKN, Kota Hijau di Ujung Tanduk

Ironisnya, banyak perusahaan tambang justru lepas tanggung jawab. Sementara masyarakat sekitar tambang menanggung dampaknya. Dari air yang tak lagi layak minum hingga udara yang makin kotor.
Hanif menegaskan, solusi butuh lebih dari sekadar regulasi.

“Universitas adalah simpul peradaban. Pendapat akademisi sering lebih didengar publik dibanding kami yang di sisi regulasi,” katanya.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.
Kampus Turun Gunung

Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Sebanyak 48 perguruan tinggi digandeng untuk memperkuat Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) di kampus-kampus.

Tujuannya jelas, menyalurkan ilmu dan riset ke kebijakan nyata. Dari pengendalian pencemaran, tata ruang hijau, hingga penegakan hukum lingkungan.

Baca juga: Sungai Indonesia Kian Tercemar, Regulasi Tak Kunjung Jalan

Menteri Kemdiktisaintek Brian Yuliarto menyebut, ilmuwan kampus tak boleh hanya bicara di ruang seminar. “Profesor, dosen, dan mahasiswa harus memberi sumbangsih nyata,” ujarnya.

Harapan Baru untuk Alam yang Terluka

Kolaborasi ini diharapkan bisa jadi babak baru penyelamatan lingkungan Indonesia. Tapi tetap ada catatan besar. Tanpa pengawasan yang kuat, semua rekomendasi ilmiah hanya akan berhenti di atas kertas.

Alam sudah menunggu tindakan, bukan janji. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *