
INDONESIA adalah raksasa di pasar batu bara dunia. Dengan kontribusi sekitar 30-35% dari total perdagangan global, kebijakan ekspor batu bara Tanah Air memiliki dampak besar terhadap pasar energi internasional. Namun, lonjakan produksi dan tekanan harga dari negara importir membuat pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah strategis, termasuk kemungkinan pembatasan ekspor.
Dilema Ekspor Batu Bara
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerintah tak segan memperketat regulasi ekspor jika harga batu bara terus ditekan di pasar global. Pernyataan ini muncul di tengah tren peningkatan ekspor yang signifikan. Sepanjang 2024, Indonesia mengekspor 555 juta ton batu bara—naik dari 518 juta ton pada 2023 dan 465 juta ton pada 2022.
“Kami belum membuat kebijakan pembatasan ekspor. Tetapi jika tekanan harga terus terjadi, opsi itu bisa kami pertimbangkan,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Baca juga: Permintaan Batu Bara Naik, Transisi Energi Global Diuji
Langkah ini bukan sekadar wacana. Indonesia sebelumnya pernah menerapkan kebijakan pembatasan ekspor untuk menjaga stabilitas pasokan domestik dan meningkatkan daya tawar di pasar internasional. Jika kembali diterapkan, strategi ini dapat berdampak luas. Tidak hanya bagi industri dalam negeri tetapi juga terhadap negara-negara yang bergantung pada pasokan batu bara Indonesia.
Pasar Global, Ketergantungan pada Batu Bara Indonesia
Secara global, konsumsi batu bara mencapai sekitar 8 miliar ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya sekitar 1,2-1,5 miliar ton yang diperdagangkan di pasar internasional. Dengan kontribusi ekspor sebesar 555 juta ton, Indonesia menjadi pemain utama yang menentukan arah pasar.
Bahlil menjelaskan bahwa konsumsi domestik batu bara Indonesia pada 2024 mencapai 233 juta ton. Jika ditambah dengan ekspor, total batu bara yang telah terserap pasar mencapai 788 juta ton. Sementara itu, stok batu bara yang belum digunakan mencapai 48 juta ton. Produksi nasional tahun lalu bahkan melampaui target, dengan total output mencapai 836 juta ton dari target awal 710 juta ton.

Dominasi Indonesia di pasar global memberikan leverage dalam menentukan kebijakan energi. Namun, tekanan dari negara-negara importir yang menginginkan harga lebih kompetitif bisa menjadi tantangan tersendiri.
Menakar Dampak Pembatasan Ekspor
Jika Indonesia benar-benar membatasi ekspor batu bara, dampaknya bisa beragam. Dari sisi ekonomi, kebijakan ini berpotensi meningkatkan harga batu bara global akibat berkurangnya pasokan. Negara-negara seperti China, India, dan Jepang, yang sangat bergantung pada batu bara Indonesia, bisa terdampak langsung.
Baca juga: China Hadirkan Ladang Surya Lepas Pantai Terbesar Dunia
Di sisi lain, pembatasan ekspor bisa memperkuat industri domestik. Dengan pasokan yang lebih stabil, sektor pembangkit listrik dan manufaktur dalam negeri bisa mendapatkan harga lebih kompetitif. Ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan hilirisasi dan menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
Namun, ada risiko yang perlu diwaspadai. Pengetatan ekspor bisa memicu penurunan pendapatan devisa dari sektor pertambangan, yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Selain itu, reaksi pasar global terhadap kebijakan ini juga perlu diperhitungkan, terutama dari sisi hubungan dagang dengan negara importir utama.
Transisi Energi: Batu Bara vs. Energi Bersih
Di tengah isu ekspor dan harga batu bara, Indonesia juga menghadapi tekanan untuk beralih ke energi yang lebih bersih. Pendanaan transisi energi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) masih menghadapi berbagai tantangan, sementara konsumsi batu bara tetap tinggi.
Baca juga: Era Minyak Berakhir, Era Listrik Bersih Dimulai
Keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan menjadi tantangan besar. Apakah pembatasan ekspor akan memperkuat posisi Indonesia di pasar global, atau justru memicu ketidakstabilan? Yang pasti, kebijakan energi Indonesia akan terus menjadi perhatian dunia. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.