
DI TENGAH pesatnya perkembangan teknologi, industri media menghadapi tantangan baru: kecerdasan buatan (AI) dalam jurnalistik. AI kini bisa menulis berita, menyunting konten, bahkan merangkum informasi dalam hitungan detik. Apakah ini ancaman bagi jurnalis manusia? Atau justru peluang untuk meningkatkan efisiensi kerja pers?
Di momen Hari Pers Nasional 2025, perdebatan ini semakin relevan. Media di seluruh dunia mulai mengadopsi AI, tetapi di sisi lain, ada kekhawatiran tentang keakuratan, transparansi, dan etika dalam jurnalisme berbasis AI.
AI dalam Jurnalistik: Cepat, Efisien, tapi Rentan Manipulasi
Penggunaan AI dalam dunia media bukan hal baru. Platform seperti ChatGPT, Bard, dan Jasper sudah digunakan untuk membantu penulisan artikel, menghasilkan ringkasan berita, hingga mengedit video dan gambar. AI memungkinkan media bekerja lebih cepat dan efisien.
Namun, ada risiko besar yang harus diwaspadai:
- Kurangnya akurasi – AI tidak selalu memahami konteks secara mendalam dan bisa menghasilkan informasi yang salah.
- Minimnya perspektif manusia – Jurnalisme bukan sekadar menyampaikan fakta, tetapi juga memberi analisis dan sudut pandang yang kaya.
- Potensi penyalahgunaan – Deepfake dan konten manipulatif bisa merusak kredibilitas berita.

Dewan Pers: AI Harus Digunakan Secara Etis dan Transparan
Di Indonesia, kekhawatiran ini sudah diantisipasi. Dewan Pers telah menerbitkan pedoman penggunaan AI dalam jurnalistik. Pedoman ini menegaskan bahwa AI tidak boleh menggantikan peran jurnalis, melainkan hanya digunakan sebagai alat bantu.
Beberapa poin utama dalam pedoman tersebut:
- Transparansi – Jika berita dibuat atau diedit dengan AI, publik harus diberi tahu.
- Akurasi – AI tidak boleh digunakan untuk menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.
- Kendali manusia – Jurnalis tetap harus bertanggung jawab atas berita yang dipublikasikan.
Baca juga: Rahasia Menjadi Produser Media Lepas yang Sukses
Dengan adanya pedoman ini, harapannya penggunaan AI bisa tetap mendukung jurnalisme yang bertanggung jawab, bukan merusaknya.
Masa Depan, AI dan Jurnalis Harus Berkolaborasi
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, industri media sebaiknya menjadikan AI sebagai mitra kerja. AI bisa membantu dalam:
- Mengolah data besar untuk riset investigatif.
- Menyajikan laporan real-time tanpa mengorbankan akurasi.
- Mengoptimalkan distribusi berita agar lebih tepat sasaran.
Tetapi, satu hal yang tidak bisa tergantikan oleh AI adalah naluri jurnalistik, empati, dan analisis mendalam. Teknologi bisa menulis berita, tetapi jurnalislah yang memberi nyawa pada setiap cerita.
Baca juga: 10 Alat Pemantauan Media Terbaik
Jurnalisme Harus Tetap Berpegang pada Etika
Hari Pers Nasional 2025 menjadi momentum bagi industri media untuk beradaptasi dengan teknologi tanpa kehilangan jati diri. AI bisa menjadi alat yang luar biasa jika digunakan dengan benar. Tetapi tanpa pengawasan etis, AI juga bisa menjadi ancaman bagi integritas jurnalistik.
Baca juga: Mengenal Doxing: Ancaman Baru bagi Jurnalis di Era Digital
Di era digital ini, tantangan bagi media bukan hanya bersaing dengan AI. Tetapi, juga memastikan bahwa kebenaran tetap menjadi prioritas utama dalam setiap berita yang disampaikan. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.