FOMO Ramadan: Antara Tradisi, Tren, dan Kesadaran Spiritual

FOMO Ramadan: Di tengah tren dan tradisi, Gen Z mencari keseimbangan antara euforia sosial dan makna spiritual di bulan suci. Foto: Alena Darmel/ Pexels.

RAMADAN bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga momen yang dipenuhi dengan berbagai tren sosial. Dari tantangan ibadah 30 hari, berbagi takjil, hingga outfit spesial Lebaran, media sosial penuh dengan unggahan bertema Ramadan.

Namun, di balik semua itu, ada satu fenomena yang semakin terasa di kalangan Gen Z: FOMO Ramadan—fear of missing out atau ketakutan ketinggalan momen Ramadan yang “viral” di dunia maya.

Bagaimana tren ini memengaruhi pengalaman berpuasa anak muda, dan bagaimana mereka bisa menemukan keseimbangan antara ikut tren dan menjaga esensi ibadah?

FOMO Ramadan, Ketika Ibadah Bertemu Tren Sosial

Di era digital, Ramadan bukan sekadar ritual pribadi, tetapi juga sebuah “event” sosial. Banyak anak muda merasa terdorong untuk ikut serta dalam berbagai tren Ramadan yang viral di media sosial, seperti:

  • #RamadanAesthetic – Mulai dari dekorasi rumah bertema Ramadan hingga outfit Lebaran yang serba matching.
  • Ibadah Challenge – Tren seperti “Khatam Quran dalam 30 Hari” atau “Salat Tahajud Setiap Malam” sering kali dibagikan sebagai bentuk motivasi bersama.
  • Berbagi Takjil dan Sedekah Online – Banyak yang mengunggah kegiatan berbagi mereka di Instagram dan TikTok sebagai inspirasi bagi orang lain.
  • Buka Bersama Hype – Momen bukber tidak hanya sekadar reuni, tetapi juga ajang eksistensi dengan tempat makan yang estetik dan menu spesial.

Fenomena ini mendorong banyak anak muda untuk lebih aktif dalam kegiatan Ramadan. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa terbebani karena takut ketinggalan tren atau merasa kurang maksimal dalam menjalani ibadah.

Tekanan Sosial di Media Sosial, Ibadah atau Eksistensi?

Bagi sebagian Gen Z, media sosial bisa menjadi alat dakwah dan inspirasi. Namun, ada kalanya tren Ramadan di dunia maya justru menimbulkan tekanan sosial.

“Aku pernah merasa nggak cukup baik karena melihat teman-teman rajin posting kegiatan Ramadan mereka. Kayak, kok aku nggak sehebat mereka, ya?” kata Alya (21), seorang mahasiswa di Bandung.

Tekanan ini bisa membuat seseorang merasa perlu melakukan ibadah bukan karena kesadaran spiritual, tetapi lebih karena dorongan sosial agar terlihat “aktif” menjalani Ramadan.

Menemukan Keseimbangan, Antara Tren dan Esensi Ibadah

FOMO Ramadan sebenarnya bisa menjadi motivasi positif jika dikelola dengan bijak. Berikut beberapa cara bagi Gen Z untuk tetap menikmati Ramadan tanpa terjebak dalam tekanan tren sosial:

  • Niat yang Lurus – Mengingatkan diri bahwa ibadah dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan sekadar demi eksistensi di media sosial.
  • Kurasi Konten dengan Bijak – Mengikuti akun yang memberikan inspirasi positif tanpa menimbulkan tekanan atau membandingkan diri secara berlebihan.
  • Fokus pada Perjalanan Spiritual Pribadi – Tidak semua hal harus diposting. Menikmati momen ibadah secara pribadi bisa lebih bermakna.
  • Gunakan Media Sosial sebagai Motivasi, Bukan Beban – Jika tren Ramadan di media sosial membuat semangat ibadah meningkat, maka itu hal baik. Namun, jika justru menimbulkan tekanan, ada baiknya untuk membatasi penggunaan media sosial sementara waktu.
Ramadan bukan sekadar tren atau ajang pamer. Ini adalah perjalanan spiritual yang personal, menemukan makna di balik setiap ibadah. Foto: RDNE/ Pexels.
Ramadan, Lebih dari Sekadar Tren

Pada akhirnya, Ramadan bukan tentang siapa yang paling banyak berbagi takjil, siapa yang paling sering ikut kajian online, atau siapa yang outfit Lebarannya paling estetik. Ramadan adalah perjalanan spiritual yang bersifat personal.

Setiap orang punya caranya sendiri dalam menjalani bulan suci ini. Yang terpenting adalah bagaimana Ramadan bisa menjadi momen refleksi, memperbaiki diri, dan semakin dekat dengan nilai-nilai kebaikan—baik secara offline maupun online. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *