Ancaman Trump dan Ujian Pertama Pemerintahan Mamdani

Zohran Mamdani disambut meriah para pendukungnya usai dinyatakan menang dalam pemilihan wali kota New York City. Foto: ABC News.

ZOHRAN Mamdani baru saja menulis sejarah. Politisi progresif berdarah India itu resmi menjadi Muslim pertama yang memimpin New York City setelah menang telak atas mantan Gubernur Andrew Cuomo.

Namun belum hitungan hari setelah kemenangannya, bayang-bayang Gedung Putih langsung menghampiri. Presiden Donald Trump mengancam akan memotong dana federal untuk kota terbesar di Amerika Serikat itu jika Mamdani tetap di kursi wali kota.

Melalui unggahan di Truth Social, Trump menulis:

“Jika kandidat komunis Zohran Mamdani memenangkan pemilihan, saya mungkin hanya memberikan dana minimum yang diwajibkan untuk New York. Kota ini tak akan punya peluang bertahan.”

Dalam wawancara dengan CBS 60 Minutes, Trump menegaskan pernyataan serupa dan menyebut kemenangan Mamdani akan membuat New York menjadi “bencana ekonomi dan sosial total.”

Ujian Awal di Tengah Janji Perubahan

Bagi Mamdani, ancaman ini menjadi ujian pertama setelah kampanye yang mengusung program kelas pekerja, meliputi bus gratis, moratorium kenaikan sewa apartemen, toko grosir publik, dan penitipan anak universal.

Seluruh program itu sebagian besar bergantung pada dukungan anggaran federal.

Baca juga: Zohran Mamdani, dari Rapper ke Walikota Muslim Pertama New York

Menurut laporan New York State Comptroller (April 2025), kota New York membutuhkan 7,4 miliar dolar AS (sekitar Rp123 triliun) dana federal untuk tahun fiskal 2026—setara 6,4% dari total anggaran kota.

Dana itu menopang layanan sosial dan perumahan, termasuk program Temporary Assistance for Needy Families (TANF).

Jika aliran dana itu dipotong, kebijakan progresif Mamdani bisa goyah bahkan sebelum dimulai.

Bisakah Trump Benar-benar Melakukannya?

Secara hukum, presiden tidak memiliki kewenangan tunggal untuk menahan atau memotong dana federal.

Mengutip Al Jazeera, ahli hukum konstitusi Bruce Fein menjelaskan bahwa pasal-pasal dalam Konstitusi AS memberi hak penuh kepada Kongres untuk menentukan penggunaan uang negara.

“Presiden tidak bisa menghentikan pembayaran federal hanya karena alasan politik,” ujar Fein.
“Setiap entitas yang dirugikan akibat keputusan sepihak itu memiliki hak hukum untuk menggugat administrasi presiden,” tambahnya.

Undang-Undang Impoundment Control Act (ICA) 1974 bahkan membatasi presiden untuk menahan dana maksimal 45 hari, dan hanya jika Kongres menyetujuinya.

Hukum itu lahir setelah Presiden Richard Nixon mencoba melakukan hal serupa pada 1970-an.

Ilustrasi editorial Wali Kota New York Zohran Mamdani dengan siluet Donald Trump di belakangnya, menggambarkan ketegangan politik antara New York dan Washington. Foto: AI-generated/MulaMula.
Sejarah yang Berulang

Bukan kali ini saja Trump bermain dengan anggaran. Pada masa Wali Kota Eric Adams, pemerintahannya sempat menahan hibah 12 juta dolar AS untuk Metropolitan Transportation Authority (MTA) yang digunakan memperkuat keamanan kereta bawah tanah.

Langkah itu memicu gugatan hukum dan memperburuk hubungan Washington–New York.

Kini, situasi bisa berulang. Laporan terbaru memperkirakan potensi pemotongan hingga 400 juta dolar AS (Rp6 triliun) untuk tahun 2025 dan 135 juta dolar AS (Rp2 triliun) pada 2026, dengan kemungkinan bertambah jika penyesuaian anggaran dilakukan.

Mamdani di Persimpangan

Kemenangan Mamdani yang dirayakan sebagai simbol keberagaman kini berubah jadi pertaruhan politik dan fiskal.

Apakah ia mampu menjalankan agenda progresif tanpa dukungan penuh dari Gedung Putih?
Atau justru tekanan Trump akan memaksa New York mencari cara baru bertahan, dan membuktikan bahwa perubahan sejati bisa lahir bahkan di bawah ancaman? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *